[PORTAL-ISLAM.ID] NEW DELHI — Dalam sebulan terakhir, ribuan orang India berbondong-bondong mengajukan diri pergi ke Israel sekalipun negara itu tengah berperang melawan kelompok perlawanan Palestina Hamas dan ancaman eskalasi konflik meluas.
Dilansir Al Jazeera (25/1/2024), banyak di antara pelamar laki-laki, yang sebagian besar pekerja konstruksi dan buruh terampil, mengatakan akan mengambil kesempatan bekerja di Israel karena sulit tingkat pengangguran yang tinggi di India.
Anoop Singh, seorang lulusan perguruan tinggi dan pekerja konstruksi, diberitahu bahwa dia akan mendapat penghasilan sekitar USD 1.600 atau sekitar Rp25 juta per bulan jika dia terpilih untuk pergi ke Israel – jauh lebih besar daripada USD 360 hingga USD 420 atau sekitar Rp5,6 juta hingga Rp6,6 juta yang bisa dia peroleh sebagai upah bulanan untuk pekerjaan yang sama di India.
“Itulah sebabnya saya mengajukan permohonan untuk pergi ke Israel,” kata Anoop, seperti dilansir AP (27/1), sambil menunggu untuk wawancara kerja di Lucknow, ibu kota Negara Bagian Uttar Pradesh.
Para pria tersebut mengatakan mereka telah mendengar laporan media bahwa Israel menghadapi kekurangan tenaga kerja setelah melarang puluhan ribu pekerja Palestina pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Negara bagian Haryana dan Uttar Pradesh masing-masing telah mengiklankan sekitar 10.000 posisi untuk pekerja konstruksi di Israel. Menteri Tenaga Kerja Negara Bagian Uttar Pradesh Anil Rajbhar telah menyelesaikan daftar 16.000 orang yang akan dikirim ke Israel bulan depan untuk seleksi akhir.
Rajbhar mengatakan pusat pemeriksaan pemerintah federal di Lucknow adalah tanggapan atas permintaan Israel akan pekerja.
Upaya perekrutan selama seminggu dimulai pada Selasa (23/1), dengan tim Israel yang beranggotakan 15 orang mengawasi proses tersebut dan berharap dapat mengisi lebih dari 5.000 posisi untuk tukang batu, tukang kayu, dan pekerja konstruksi lainnya di Israel.
Kerumunan di pusat Kota Lucknow pada Kamis merasa cemas dan penuh harapan. Banyak yang melihat ini sebagai peluang sekali seumur hidup yang dapat mengubah hidup mereka menjadi lebih baik — meskipun itu berarti bekerja di zona perang.
“Saya tahu ada ancaman, tapi masalah juga ada di sini,” kata Singh, sambil mengatakan bahwa dia bersedia mengambil risiko agar dia bisa menafkahi lebih banyak untuk keluarganya. “Saya pergi ke sana untuk anak-anak saya.” (*)