Empat Faktor Mengapa Penjajah Zionis Membunuh Tokoh Senior Hamas Saleh Al Arouri
Oleh: Pizaro Gozali Idrus*
Penjajah Zionis Israel pada pekan ini telah membunuh tokoh senior Hamas, dan salah satu pendiri Brigade Izzudin Al-Qassam Saleh Al Arouri. Wakil pemimpin Hamas yang kerap menjadi juru bicara kelompok tersebut gugur usai diserang drone di ibu kota Lebanon, Beirut pada Selasa (2/1/2024).
(1) Pertama, rezim apartheid Zionis memahami bahwa pembunuhan kepada Arouri tidak akan melahirkan respons balasan yang signifikan dari Hezbollah. Mereka sudah mengukur kekuatan Hezbollah yang tidak akan melahirkan perang terbuka. Meski terlibat kontak senjata dengan Israel sebelumnya, Hezbollah tidak benar-benar mendeklarasikan perang terhadap Israel layaknya apa yang dilakukan Hamas.
Pada Agustus 2023, pemimpin Hezbollah Hasan Nasrallah menarik batasan yang tegas terhadap penjajah Israel dengan mengklaim bahwa mereka tidak akan mengizinkan Tel Aviv untuk membunuh anggota asing mana pun di tanah Lebanon, termasuk warga Palestina.
Hezbollah tidak hanya gagal mempertahankan garis batas itu, tetapi juga gagal melindungi wilayah yang berada di bawah kendalinya dari teror Zionis.
Secara umum, Hezbollah memang akan lebih berhitung untuk bertarung besar-besaran dengan Israel karena secara umum postur kekuatan dan ekonomi mereka tidak terlalu besar.
Ali Bakir, Assistant Professor di Universitas Qatar, menyampaikan pada Februari 2008, misalnya, Imad Mughniyeh, anggota Hezbollah yang setara dengan Qasem Soleimani di Iran, dibunuh di Suriah. Nasrallah bersumpah untuk membalas dendam dan memasuki perang terbuka dengan Israel, namun hal ini tidak pernah terwujud.
Sebaliknya Hezbollah dan Israel meneken kesepakatan untuk tidak melakukan konfrontasi - yang memungkinkan Hezbollah mendukung rezim Assad setelah revolusi tahun 2011 untuk mencegah kejatuhannya hingga meletusnya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023.
Dengan serangan ini, Arouri menjadi pemimpin politik senior Hamas pertama yang dibunuh Zionis di luar wilayah Palestina sejak 7 Oktober. Dalam beberapa tahun terakhir kelompok-kelompok Palestina yang beroperasi di Lebanon, telah terbiasa dengan protokol keamanan. Tapi kini Hamas perlu lebih berhati-hati.
Pembunuhan Arouri juga tidak akan menarik Iran untuk melakukan perang terbuka dengan Israel. Pola pertarungan sejauh ini adalah pertarungan Hamas dan kelompok perlawanan Palestina vis a vis penjajah Zionis yang bertujuan untuk membebaskan Baitul Maqdis.
(2) Kedua, setelah gagal menaklukan Hamas dalam perang selama tiga bulan. Rezim kolonialis Israel kini mulai berhitung untuk mundur teratur karena merosotnya ekonomi Tel Aviv yang tersedot untuk menghabisi Hamas. Untuk itu, energi penjajah kini mulai dialihkan untuk membunuh tokoh-tokoh Hamas yang memiliki peran penting dalam perlawanan atau Tokoh strategis yang mengatur pola perlawanan Brigade Izzudin Al Qassam. Aruri berada dalam daftar ini. Beliau adalah salah satu tokoh sentral dan pendiri Brigade Al-Qassam.
Arouri tinggal di pengasingan di Lebanon setelah menghabiskan 15 tahun di penjara Israel sebelum dideportasi ke Yordania. Segera setelah itu, Arouri dideportasi ke Suriah dan kemudian hijrah ke Turki karena keretakan antara Hamas dan rezim Assad akibat revolusi Suriah. Sebelum perang dimulai pada 7 Oktober, Perdana Menteri penjajah Israel Benjamin Netanyahu sempat mengancam akan membunuhnya.
Amerika Serikat memasukkan nama Al Arouri sebagai daftar "teroris global" pada 2015 dan memberikan hadiah sebesar US$ 5 juta (setara dengan Rp 77 miliar) untuk setiap informasi tentang dirinya.
Pada Desember, Wall Street Journal telah melaporkan bahwa Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu telah memerintahkan agen mata-mata Israel untuk menyusun rencana untuk membunuh para pemimpin utama Hamas di luar Gaza, yang tinggal di Turki, Qatar, Lebanon, dan tempat lain.
Turki dengan cepat menyampaikan peringatannya kepada Israel karena langkah itu akan menimbulkan konsekuensi serius. Baru-baru ini Turki berhasil mengungkap jaringan Mossad dan menangkap 33 orang di delapan provinsi di seluruh negeri. Ini terjadi hanya beberapa jam sebelum pembunuhan Arouri di Lebanon.
(3) Ketiga, Netanyahu butuh klaim “kemenangan palsu”. Netanyahu sudah kadung sesumbar untuk melenyapkan Hamas apapun cara dan bayarannya. Ia menginginkan perang terus berlanjut dan menyudahi perang ini dengan cepat di tengah defisit kepercayaan internal Israel yang terus berlanjut dan desakan mundur kepadanya yang terus merajalela.
Sejauh ini, penjajah Israel telah menghancurkan lebih dari 70 persen rumah di Gaza dan membunuh lebih dari 23.000 warga Palestina, lebih dari dua pertiganya adalah anak-anak dan perempuan.
Operasi tersebut tidak hanya gagal membebaskan sandera lagi, namun juga berakhir dengan terbunuhnya beberapa dari mereka selama pemboman Israel tanpa pandang bulu. Terlebih lagi, militer penjajah gagal membunuh pemimpin senior Hamas di Gaza, apalagi menghancurkan Hamas.
Meningkatnya tekanan dan kebutuhan untuk mencapai sesuatu, Netanyahu merasa perlu mencetak beberapa terobosan dan menciptakan citra “kemenangan palsu” dengan membunuh tokoh Hamas, ungkap analis Timur Tengah Ali Bakir.
(4) Keempat, upaya menarik Hamas keluar. Hilangnya tokoh penting seperti Aurori dapat mendorong Hamas untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap penjajah. Zionis ingin menguras energi penuh Hamas untuk melakuka serangan besar-besaran. Karena perang kota adalah duel yang tidak menguntungkan bagi rezim penjajah. Versi resmi penjajah, total sudah 509 prajurit mereka yang tewas dan 175 di antaranya tewas dalam perang darat melawan Brigade Al Qassam di Gaza.
Sementara itu, kepolisian penjajah telah mencatat 57 petugas yang tewas saat menghadapi Al Qassam di perbatasan Gaza, seorang petugas tewas dalam serangan di Yerusalem, dan seorang petugas lainnya tewas di Tepi Barat.
Sebuah keterpurukan besar kolonialis Israel dalam perang melawan Hamas selama ini.
Hamas tentu sudah membaca ini. Ini taktik kolonial untuk memancing mereka. Namun, pejabat Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan bahwa meskipun gugurnya Arouri akan mempunyai konsekuensi tersendiri, posisi Hamas tetap dalam pendiriannya. Bahwa asalkan Israel sepenuhnya menghentikan serangannya maka kelompok tersebut akan terbuka untuk melakukan pembicaraan soal.
Sebelum gugurnya Arouri, Hamas telah menyampaikan posisinya mengenai negosiasi gencatan senjata kepada Qatar dan Mesir, yang berkisar pada tiga tuntutan utama. Pertama, penghentian total agresi Israel di Gaza. Kedua, meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Ketiga, sandera tidak akan dibebaskan kecuali berdasarkan kesepakatan Hamas.
*Penulis adalah Direktur Ekesekutif Baitul Maqdis Institute.
Kandidat Doktor pada bidang Policy Research and International Studies, Universiti Sains Malaysia.