[PORTAL-ISLAM.ID] Jumhur (mayoritas) ulama aswaja berani menyatakan bahwa, ada kurang lebih 1/4 dari produk hukum fiqih, adalah bersumber dari fatwa Sayyidah Aisyah ra.
Dalam istidrak (kritik) hadits, Aisyah sering menolak dan menganggap bahwa hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain adalah bertentangan dengan dalil-dalil lain yang lebih kuat.
Imam Suyuthi di dalam Ainu al lshabah fi Istidrak ‘Aisyah ‘ala Sahabah menuliskan ada 53 "istidrak" Aisyah ra terhadap para sahabat radiyalallahu'anhu.
Secara tidak langsung, kritik (istidrak) yang disampaikan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra menggambarkan betapa "tingginya intelektualitas" Aisyah.
"Misalnya seperti kritik" yg terjadi pada kisah ketika Ibnu Umar, serta beberapa sahabat lain meriwayatkan sabda Rasulullah :
إنَّ المَيتَ لَيتألَّمُ ببُكاءِ أهلِه
“Sungguh, seorang meninggal (mayit) akan diazab sebab tangis keluarganya.”
Ketika hadits ini disampaikan kepada Sayyidah Aisyah, beliau justru berkata:
“Semoga Allah mengampuni Ibnu Umar!”
Menurutnya, Ibnu Umar benar telah mendengar hadits ini, akan tetapi ia tidak mengingatnya dengan baik.
Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa suatu hari Rasulullah berjalan melintasi jenazah seorang wanita Yahudi yang sedang ditangisi oleh keluarganya. Lalu beliau bersabda:
إنَّهم ليَبكونَ عليها ، وإنَّها لتُعذَّبُ في قَبرِها
“(Heran), mereka menangisi jenazah yang dikubur, padahal jenazah itu sedang disiksa di dalam kuburnya.”
Jadi, bukan sebab tangis kematian keluarga yang menyebabkan disiksanya seorang mayit.
Melainkan karena mayit itu sendiri sebagai seorang yang berhak atas siksa.
Adapun hadits itu, sebenarnya menceritakan tentang "keheranan" Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai keluarga mayit yang menangisi kepergiannya, padahal justru yang meninggal adalah orang dengan amal yang buruk yang sedang mendapat siksa.
والله اعلم
(Musa Muhammad)