[PORTAL-ISLAM.ID] JOGJA - Aksi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi berbuah rentetan teror.
BEM UGM pada Jumat, 8 Desember 2023, menggelar aksi mimbar bebas yang disertai pemasangan baliho besar bergambar Presiden Jokowi dengan judul 'Jokowi Alumnus Paling Memalukan' yang dipasang di Bundaran UGM.
Aksi itu pun menuai pro-kontra terutama di media sosial. Ketua BEM UGM Gielbran Muhammad Noor yang memimpin aksi itu mengaku mendapatkan intimidasi.
"Yang paling keras bentuk intimidasi itu ketika ada oknum mengaku intel datang ke fakultas saya beberapa hari lalu. Dia ke dekanat untuk meminta biodata diri saya," kata Gielbran pada Jumat, 15 Desember 2023.
Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM itu melanjutkan, oknum mengaku intel itu tidak menyertakan surat izin tugas dari institusi yang menaunginya.
"Karena tidak bawa izin, oleh dekanat biodata saya itu juga tidak diberikan," kata Gielbran.
Gielbran menuturkan, bentuk teror atau intimidasi lain yang terpantau olehnya langsung adalah doxing terhadap keluarganya melalui media sosial. Selain itu, ada pula selebaran poster yang menyudutkan Gielbran bernarasi aksinya ditunggangi kepentingan politik.
Poster itu beredar di sebuah kawasan Kabupaten Sleman. Isi poster tersebut menuding orang tua Gielbran adalah calon legislatif atau caleg partai politik yang berseberangan dengan pemerintahan Jokowi.
Dia menegaskan orang tuanya tidak terafiliasi dengan partai apa pun. Ia pun memilih bersikap santai dengan isu yang dihembuskan anonim itu.
"Kami sayangkan aksi aksi intimidasi seperti itu. Intimidasi itu tidak akan membuat kami takut bersuara," kata Gielbran.
Meski mendapat berbagai intimidasi, Gielbran mengaku juga mendapat cukup banyak dukungan moril dari berbagai pihak, terutama dari kalangan mahasiswa dan dosen di UGM.
Gielbran menuturkan, aksi yang dilakukan bersama BEM UGM selama ini merupakan gerakan murni untuk mengkritisi kepemimpinan Presiden Jokowi yang dinilai makin menyimpang.
Misalnya, mulai dari munculnya putusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi atau MK soal batas usia calon presiden-wakil presiden, pelemahan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kebijakan yang tidak pro rakyat seperti Undang-undang Cipta Kerja.
"Gerakan yang kami lakukan untuk memantik gerakan-gerakan mahasiswa lain agar lebih peka dan objektif melihat persoalan yang sedang terjadi di negara ini," tandas Gielbran.
[TEMPO]