Ditulis di era perang dingin sebelum tahun 1965, Tafsir Fi Zhilalil Quran adalah karya terbaik Sayyid Qutb rahimahullah.
Masa itu, terjadi perlombaan senjata antara blok Barat vs Timur, kekuatan militer dipandang sebagai satu-satunya tumpuan persaingan. Si vis pacem, para bellum ("Jika Anda menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang"), menjadi doktrin dasar yang diajarkan di kelas-kelas awal akademi militer.
Tapi Sayyid Qutb rahimahullah, dengan cerdas melihat ekonomi (baca: riba) sebagai alat ekspansi.
Ketika menafsirkan ayat-ayat riba di akhir surah Al-Baqarah, beliau menjelaskan bahaya riba dan potensi jebakan hutang (debt-trap) yang menjadi alat penjajahan suatu suatu negara ke negara lain. Karakter kekuatan penjajah dengan instrumen debt-trap juga dijelaskan dengan gamblang.
Negara-negara dan lembaga-lembaga internasional hanyalah topeng dari para rentenir pemilik modal di belakang mereka.
Rentenir ini menjerat perusahaan-perusahaan, rakyat, hingga pemerintah. Kemudian mereka mendesak mangsanya hingga terjadilah peperangan.
Solusinya, kata Sayyid Qutb, umat Islam harus meninggalkan sistem jahiliyah tersebut dan menegakkan sistem Islam yang berkeadilan.
Sependek bacaan saya, satu-satunya tafsir yang berbicara tentang debt-trap yang kini menggejala dan menimpa banyak negara, adalah Tafsir Fi Zhilalil Qur'an.
(Oleh: Ibnu Rajab)