BEDA PEMIMPIN OTENTIK DENGAN PEMIMPIN PLASTIK
[Sebuah Catatan Tanggapan Untuk Tulisan Fadly Zon berjudul 'PRABOWO PEMIMPIN OTENTIK, BUKAN PEMIMPIN PLASTIK']
Oleh: Ahmad Khozinudin, SH
Penulis tertarik menanggapi tulisan Fadli Zon, Wakil Ketua Dewan Pembina dan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, yang dikirim oleh Ahmad Dhani, Boss Dewa 19. Kebetulan, kami (penulis dan Ahmad Dhani) ada dalam salah satu Grup WA dan sering bertukar fikiran dan pendapat, tentang berbagai problem politik dan keumatan. Kadang juga diskusi soal filsafat.
Dalam tulisan tersebut, ada kerangka opini pembelaan dan pengunggulan Prabowo atas Capres lainnya. Artinya, Fadli Zon tidak saja mengungkap apa itu pemimpin otentik dan pemimpin plastik, melainkan dia juga ingin menegaskan Prabowo adalah pemimpin otentik bukan pemimpin plastik. Sesuai dengan judul tulisannya.
Adalah wajar tulisan itu dibuat. Tentu saja, adalah wajar pula subjektivitas tulisan itu sangat kental terasa, bahkan sejak pilihan diksi judul tulisan. Mengingat, Fadli Zon adalah bagian dari Prabowo, orang Gerindra dan tentu saja orang yang memiliki preferensi politik memilih Prabowo sebagai Capres.
Keluar dari kerangka subjektif itu, penulis mencoba mengulas masalah pemimpin otentik dan pemimpin plastik dengan pendekatan yang diupayakan objektif, melalui dua perspektif:
Pertama, perspektif nir kepentingan. Karena punulis bukan bagian dari TKN Ganjar Mahfud atau Anies Cak Imin. Tentu saja, bukan pula bagian dari Timses Prabowo Gibran.
Dengan perspektif nir kepentingan ini, penulis berusaha membuat tulisan tanggapan yang objektif. Tanpa bias kepentingan untuk mengunggulkan satu capres ketimbang capres lainnya.
Kedua, perspektif akademik. Yakni, dengan membuat tulisan melalui pendefinisian makna yang objektif. Melalui parameter objektif inilah, semua calon bisa diuji dan diniliai, apakah memiliki kualifikasi sebagai Pemimpin otentik atau malah sebaliknya, hanya pemimpin plastik.
Penulis awali dengan mendefinisikan pemimpin otentik adalah pemimpin yang memiliki karakter otentik, yakni karakter bawaan yang alami, yang memiliki keunggulan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, seperti kejujuran, moralitas, etika, kapasitas, negarawan, tanggungjawab, dan pengakuan atas kekurangan. Semua unsur dalam definisi ini bersifat genue, asli, bukan polesan, bukan pencitraan, bukan hasil dari salon politik atau framing dari sesama orang partai, kader atau timsesnya.
Sebaliknya, pemimpin plastik adalah pemimpin yang seolah mengesankan dirinya memiliki karakter otentik, seolah memiliki keunggulan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, seolah punya kejujuran, moralitas, etika, kapasitas, tanggungjawab, dan pengakuan atas kekurangan, padahal semua itu hanyalah citra saja yang dipersepsikan dengan narasi opini dan pembingkaian (framing). Framing ini bisa dilakukan oleh sesama orang partainya, kader atau timsesnya.
Jika melihat realitas debat Pilpres yang lalu, dikaitkan dengan parameter definisi yang penulis uraikan diatas, maka terkait Prabowo Subianto, catatannya adalah sebagai berikut :
Pertama, Prabowo telah gagal menghadirkan nilai kejujuran dan rasa tanggungjawab sebagai pemimpin yang punya karakter Negarawan. Hal itu, terkonfirmasi dari pernyataannya yang tidak takut tidak jadi pejabat, kalau rakyat tidak suka jangan memilih dirinya, hingga menyatakan siap untuk menjadi patriot dan kembali ke gunung.
Nyatanya, itu hanya pencitraan. Justru, hadirnya Prabowo dalam debat Pilpres adalah rangkaian agenda untuk meyakinkan rakyat, memenangi hari rakyat, agar melabuhkan preferensi politik pada dirinya. Soal tidak takut atau tidak ambisi jabatan, Prabowo malah satu-satunya Capres yang sudah mengikuti Pilpres sebanyak empat kali.
Sebagaimana dijelaskan Fadli Zon, saat Prabowo teken Prasasti Batu Tulis, itu adalah kala pertama Prabowo kalah Pilpres mendampingi Megawati sebagai Cawapres, pada gelaran Pilpres 2009. Berikutnya, Prabowo kalah Pilpres 2014 sebagai Capres, yang saat itu didampingi oleh Hatta Rajasa sebagai Cawapres.
Tahun 2019, Prabowo kembali kalah sebagai Capres didampingi Sandiaga Uno.
Andaikan ada sebiji jarah saja kejujuran pada ungkapan 'tidak takut tidak punya jabatan', atau 'siap menjadi patriotik dan akan kembali ke gunung', maka semestinya sejak tahun 2009 Prabowo harus sudah bertapa di Gunung Hambalang.
Apalagi, saat Prabowo di forum terpisah 'bercanda' dengan ungkapan 'Ndasmu', sungguh ungkapan seperti ini tidak layak muncul dari pemimpin otentik. Kalaupun mau dikatakan otentik, maka ke-otentikan Prabowo yang seperti ini sungguh sangat 'mengerikan' dan 'menakutkan'.
Kedua, sejatinya karakter 'Gemoy' yang dicitrakan Prabowo justru mengkonfirmasi itu karakter plastik. Karena gemoy, rujukan utama untuk melihat otentitasnya adalah pada usia.
Prabowo yang sudah berusia senja, yang semestinya tampil memukau dengan sikap elegan dan penuh wibawa, sikap yang dewasa, matang, malah memaksakan diri tampil seperti anak ABG yang bahkan terkesan 'alai', karena bukan hanya memaksakan diri berjoget ria, tetapi juga hingga menjulurkan lidahnya.
Karakter seperti ini penulis kira bukan karakter bawaan, melainkan karakter bedak yang hanya ditampilkan saat Pilpres. Karena sebelumnya, bahkan pada pilpres yang sudah 3 kali diikuti Prabowo, Prabowo tidak pernah tampil se-norak dan se-alai seperti saat Pilpres 2024 ini.
Dugaan penulis, itu semua pencitraan demi suara. Karena yang penting adalah suara pemilih yang mayoritas awam, yang dipersepsikan suka dengan gemoy-gemoyan, suka joget-jogetan dan julur-juluran lidah. Sekali lagi, yang seperti ini juga mengkonfirmasi karakter pemimpin plastik.
Ketiga, citra pemimpin otentik itu komitmen dan tanggungjawab. Jika Fadli Zon menyebut Prabowo komitmen dengan segudang pengalamannya mendampingi Prabowo, penulis hanya mencuplik satu pengalaman yang dialami oleh seluruh rakyat Indonesia pada Pilpres 2019 lalu.
Saat itu, Prabowo berjanji akan mewakafkan dirinya untuk rakyat, akan timbul dan tenggelam bersama rakyat. Nyatanya, tidak berselang lama Prabowo justru timbul bersama kekuasaan dan meninggalkan rakyat (pendukungnya) tenggelam sendirian.
Alhasil, silahkan disimpulkan apakah Prabowo pemimpin otentik atau plastik. Silahkan pula, berikan penilaian kepada Ganjar maupun Anies. Sementara penulis mengkhususkan memberikan ulasan kepada Prabowo, karena tulisan ini memang khusus merespons tulisan Fadly Zon yang mengunggulkan Prabowo dan mengklaimnya sebagai pemimpin otentik.
Kampung Bekasi, 18 Desember 2023