PERTOLONGAN ALLAH DI JIHAD PALESTINA
Oleh: Ustadz Anshari Taslim
Ada salah persepsi yang harus diluruskan tentang pertolongan Allah. Sampai ada yang bertanya kenapa Palestina tidak ditolong oleh Allah? Ini termasuk buruk sangka kepada Allah. Kenapa? Karena dia salah mempersepsikan apa itu pertolongan Allah.
Baik, coba pikir; anda tahu dengan kisah Sumayyah dan Yasir, kedua orang tua Ammar? Mau bertanya kenapa mereka berdua tidak ditolong oleh Allah? Ada lagi, mereka yang terbunuh di bi`r ma'unah dan Raji' apa mereka tidak mendapat pertolongan Allah sampai harus terbunuh?
Belum lagi kisah Ash-hab Al-Ukhdud yang diabadikan dalam surah Al-Buruj, di mana semua orang yang beriman akhirnya mati dimasukkan ke dalam parit api oleh sang raja kafir. Apakah itu berarti mereka tidak ditolong oleh Allah?
Ini pemahaman yang berbahaya. Selain berburuk sangka kepada Allah, salah persepsi terhadap makna pertolongan dan biasanya akan diikuti dengan menganggap orang yang dapat musibah seperti di Palestina itu banyak maksiat hingga tidak ditolong, otomatis akan menjebab dirinya pada perasaan lebih baik, seakan terhindari dari maksiat. Itu jelas sebuah sikap takabbur.
Mari kita fahami dalam surah Muhammad ayat 7.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." [QS. Muhammad : 7]
Kalau kita perhatikan konteks ayat tersebut dengan membaca keseluruhan surah dan tafsir para ulama, maka jelas yang dimaksud menolong Allah adalah berjihad degan berperang di jalan-Nya menegakkan agama. Apalagi kalau jihadnya wajib 'ain seperti bila orang kafir telah menjajah negeri muslim (seperti yang terjadi di Palestina).
Dalam hal ini mari kita rujuk ke kitab tafsir paling tua dan merupakan induk dari banyak tafsir setelahnya, yakni Kitab Tafsir Ath-Thabari. Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya ketika membahas ayat ini, mengatakan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ صَدَّقُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ، إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ بِنَصْرِكُمْ رَسُولَهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَعْدَائِهِ مِنْ أَهْلِ الْكُفْرِ بِهِ وَجِهَادِكُمْ إِيَّاهُمْ مَعَهُ لِتَكُونَ كَلِمَتُهُ الْعُلْيَا يَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ، وَيُظْفِرْكُمْ بِهِمْ، فَإِنَّهُ نَاصِرٌ دِينَهُ وَأَوْلِيَاءَهُ
"Hai orang yang berimana benarkanlah Allah dan Rasul-Nya, kalau kalian menolong Allah maka Dia akan menolong kalian, yaitu dengan kalian menolong Rasul-Nya Muhammad shallallau 'alaihi wa sallam menghadapi musuh-musuhnya dari kalangan orang kafir, dan dengan kalian berjihad melawan mereka bersama rasulullah, agar kalimat Allah lah yang tinggi. Maka dengan itulah Allah akan menolong kalian, karena Dia selalu menolong agama dan para wali-Nya." – Tafsir Ath-Thabari, cetakan Dar Hajr tahun 2001, jilid 21 hal. 193).
Sementara Al-Wahidi dalam kitab Tafsir Al-Wasith (4/121) menyatakan,
تنصروا دينه، ورسوله، ينصركم على عدوكم، ويثبت أقدامكم عند القتال
“Kamu menolong agama Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan menolong kalian melawan musuh kalian dan meneguhkan kaki kalian di medan perang.”
Sementara dalam Al-Basith (20/226) dia mengatakan, maksudnya kalian menolong agama Allah dan Rasul-Nya dengan berjihad.
Jadi jelas bahwa yang dimaksud menolong Allah di situ konteks dasarnya adalah jihad itu, bukan sekedar mengaji baik ada AC maupun kipas angin, atau malah di bawah pohon, meski itu juga bagian dari jihad itu sendiri.
Sehingga, mereka yang sedang berperang melawan orang kafir, membawa nama Allah dan mempertahankan agama dari penjajahan Yahudi itulah yang sedang menolong agama Allah.
Apalagi dalam status jihad tersebut adalah wajib ‘ain atas diri mereka dan mereka berdosa bila meninggalkannya.
Bahkan lebih tegas lagi Ath-Thabari ketika menafsirkan kata, (وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ) meneguhkan kaki kalian:
يَقُولُ: وَيُقَوِّكُمْ عَلَيْهِمْ، وَيُجَرِّئْكُمْ، حَتَّى لَا تُوَلُّوا عَنْهُمْ، وَإِنْ كَثُرَ عَدَدُهُمْ، وَقَلَّ عَدَدُكُمْ
“Maksudnya adalah menguatkan kalian melawan orang kafir itu dan membuat kalian berani terhadap mereka meski jumlah mereka lebih banyak dan jumlah kalian lebih sedikit."
Konteks ini bersesuaian dengan para pejuang di Palestina saat ini. Jumlah mereka sedikit, sementara jumlah Zionist lebih banyak, belum lagi dapat tambahan dari Amerika dan Eropa sementara saudara muslimnya jangan kata mau ikut perang yang ada malah menghina mereka dengan memfitnah buatan Israel atau proxy syiah.
Di sinilah ada perbedaan kata nashr (pertolongan kemenangan) dengan kata fath (penaklukkan, kemenangan).
Kata nashr lebih kepada kemenangan maknawi ukhrawi, meski lebih banyak korban syahid dan kehancuran.
Sedangkan fath berarti kemenangan duniawi yang ditandai dengan berhasil menguasai negeri musuh.
Apakah Jihad Pasti Akan Menang?
Jawabnya pasti menang di akhirat karena kalaupun para mujahid ini mati semua di medan perang maka mereka adalah syuhada yang terbang di taman-taman surga. Adapun kemenangan dunia itu hanyalah bonus semata dari Allah.
Begitulah para mujahidin yang benar dalam niatnya. Tujuan utama mereka bukanlah menang di dunia, tapi menjalankan perintah Allah dan berharap keridhaan-Nya dengan menjalankan perang ini.
Sehingga, kalaupun ada kelompok jihad yang dikalahkan musuh, bukan berarti mereka tidak ditolong, justru mereka telah ditolong Allah dengan mendapatkan surga sebagai syuhada.
Begitu pula bila ada yang berhasil menang perang melawan musuh, bukan secara aksiomatik dia berada di jalan yang benar atau jihadnya diterima, bisa jadi malah itu istidraj dari Allah, bila ternyata kemenangan itu tidak disertai ketundukan pada syariat, misalnya kemenangan tentara sekuler di masa Musthafa Kemal dalam peperangan mereka tapi dia lalu menghapus daulah Islam. Semua itu diukur seberapa istiqamah dia di jalan Allah, menjalankan perintah dan meninggalkan larangan syariat. Ukuran pertolongan Allah bukanlah kemenangan duniawi, tapi keistiqamahan di jalan Ilahi.
Kemenangan itu diukur seberapa istiqamah menjalankan perintah dan meninggalkan larangan syariat. Ukuran pertolongan Allah bukanlah kemenangan duniawi, tapi keistiqamahan di jalan Ilahi.
(Sumber: Sabili)