[PORTAL-ISLAM.ID] PENGANTAR DEBAT CAWAPRES --- tulisan/ulasan panjang dari mas Agustinus Edy Kristianto, yang konsisten mengkritisi DUIT RAKYAT YANG JADI BANCAKAN...
***
Salah satu topik yang bakal diangkat dalam debat cawapres pada 22 Desember 2023 mendatang adalah ekonomi kerakyatan dan digital.
Akan dihadirkan sejumlah ahli/akademisi sebagai panelis, tapi apalah artinya gelar dan atribut intelektual jika forum itu cuma menghasilkan sandiwara omong-kosong demi semata memenuhi syarat formal penyelenggaraan pemilu, yang jika betul sedemikian kacaunya, berpotensi sekadar sarana sirkulasi pergantian para maling dan pencoleng uang negara.
Seremoni yang membosankan, pertanyaan panelis yang cetek tanpa merujuk perkara konkret, jawaban calon yang datar tapi penuh gimik, pendukung yang asal ramai-sorak, dan para penonton yang mudah dikelabui trik murahan.
Pada debat capres pertama, contohnya, dengan hanya menunjuk orang yang konon pernah diculik tapi sekarang menjadi pendukung yang konon penculik, ternyata sudah cukup meyakinkan banyak orang, tanpa harus rumit-rumit menjelaskan apa itu pengadilan HAM dan di mana makam mereka yang diculik itu.
'Peradaban' mayoritas pemilih mungkin dianggap belum sampai untuk membicarakan tentang kritik terhadap Keppres tim penyelesaian pelanggaran HAM secara non-yudisial yang diteken Presiden Jokowi pada 2022 (Keppres 17/2022), yang mana ketua tim pengarahnya adalah cawapres kubu sebelah yang Menkopolhukam.
Mungkin, 'peradaban' bangsa kita baru sebatas saling-ledek soal joget gemoy dan gebrak-gebrak meja sambil di lapangan darat melanjutkan 'peradaban' bagi-bagi sarung, pupuk, dan bansos/perlinsos sambil membujuk pemilih dengan memanfaatkan anggaran negara, yang selama Jokowi berkuasa sejak 2015 sampai 2024 mendatang, anggarannya mencapai Rp3.669,43 triliun! (Kontan, 18/12/2023)
Dengan kondisi tersebut, lantas mau bicara apa pada debat cawapres tentang ekonomi digital?
Keledai terbodoh sekalipun rasanya tidak akan terjerembab di lubang yang sama untuk ke sekian kalinya dengan mudah terperdaya janji macam unicorn akan menyejahterakan semua kita, Kartu Prakerja akan membuat anak muda kerja di Pertamina, serta mengangkat pendiri start-up sebagai direksi/komisaris BUMN bergaji dan tantiem puluhan miliar adalah wujud kemenangan sinergi anak bangsa dalam merebut kedaulatan digital.
*
Kartu Prakerja adalah kunci masuk. Pertanyakanlah pertanggungjawaban duit APBN setidaknya Rp17,6 triliun yang mengalir ke perusahaan swasta digital mitra Prakerja. Duit itu dihitung dari 17,6 juta peserta per September 2023 dikalikan Rp1 juta/peserta sebagai biaya beli video pelatihan.
Perusahaan swasta itu antara lain Bukalapak dan GOTO, yang kondang itu.
Betul bahwa peserta dapat bantuan Rp600 ribu/bulan dan bisa kita duga ke mana larinya---mungkin sebagai penyambung hidup atau jika ada yang nakal dipakai depo judi online.
Tapi yang triliunan ke pengusaha digital itu? Yang bocor ke politisi dan birokrat?
Bukalapak kondang karena ketika ramai mau IPO pada Juli 2021, sepuluh menteri kabinetnya Jokowi muncul kasih selamat dan bergaya layaknya influencer yang patut jika kita pertanyakan adakah dana dan fasilitas negara dalam pembiayaan publikasi masif itu.
Salah satu pendiri BUKA juga didapuk jadi direktur di BUMN Telkom sampai hari ini, dengan gaji, fasilitas, bonus, dan tantiem dari BUMN sekelas Telkom yang Anda tahu sendiri lah.
Tapi jangankan menang dalam pertarungan merebut kedaulatan digital, memenangkan kedaulatan harga sahamnya sendiri saja tidak bisa. BUKA IPO di harga Rp850, saat ini terpuruk di Rp220-an, dan rapor merah dalam laporan keuangan (rugi).
Apa prestasi yang bersangkutan, tak pernah kita dengar sampai detik ini!
*
Lalu, apakah 'peradaban' kita sudah cukup mampu untuk setidaknya menangkap bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN (Pasal 2 ayat 1 huruf e UU 19/2003 tentang BUMN) adalah “turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat."
Jadi BUMN didirikan bukan untuk membantu perusahaan kakak Menteri BUMN dengan menyuntikkan dana Rp6,4 triliun seperti dalam kasus Telkomsel-GOTO.
Kejadian itu nyata, duitnya juga sudah cair, sebagaimana saya lihat pada dokumen terbatas di Rapat Panja Investasi BUMN pada Perusahaan Digital Komisi VI DPR tentang Investasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi Selular di GOTO. (Slide 14 Juni 2022)
Duit Rp6,4 triliun itu cuma bernilai kurang dari 2% saham GOTO sekarang. Harga beli Telkomsel di Rp270, sekarang harga GOTO Rp80-an.
Apakah 'peradaban' bangsa kita sudah cukup mampu untuk memahami bahwa duit Rp6,4 triliun itu banyak dan seharusnya dipakai untuk membantu orang miskin saja ketimbang dikasih ke perusahaan start-up sang kakak yang perusahaan itu sendiri jelas-jelas menulis dalam prospektusnya: “PERUSAHAAN TELAH MENCATATKAN RUGI BERSIH SEJAK DIDIRIKAN, DAN PERUSAHAAN MUNGKIN TIDAK DAPAT MENCAPAI PROFITABILITAS. PERUSAHAAN TIDAK MENJAMIN BAHWA PERUSAHAAN AKAN SEPENUHNYA MENDAPATKAN KEMBALI BIAYA INVESTASI DAN INVESTASI YANG TELAH DILAKUKAN AKAN MENGHASILKAN PENINGKATAN PENDAPATAN ATAU PERTUMBUHAN BISNIS DAN PROFITABILITAS DI MASA MENDATANG.”
Akumulasi rugi GOTO per 30 September 2023: Rp128,1 triliun.
Sekarang Panja tak ada hembusan kabarnya lagi.
Penegakan hukum terhadap dugaan korupsi atau nepotisme, jauh panggang dari api.
Menteri BUMN masih tetap di jabatannya meski mulai meredup yang kabarnya setelah ada tragedi kejar-kejaran rombongan di kereta cepat dan memicu gagal nyawapres.
Direksi/komisaris Telkom dan Telkomsel masih duduk aman dan nyaman di bangkunya sampai sekarang.
Dulu, 2014-2015, Telkom melalui anak perusahaannya PT PINS juga pernah menyuntik Rp1,5 triliun ke Tiphone (TELE), lalu berujung perkara yang sempat ditangani KPK, tapi kemudian sayup-sayup hilang kabar perkaranya.
Ada juga kabar terbaru dari Audit BPK Semester I Tahun 2023: PT Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda sampai dengan Desember 2022 sebesar Rp459,29 miliar dari PT PINS (anak perusahaan PT Telkom) atas pinjaman melalui bridge financing tahun 2018. Pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai program sinergi new sales broadband Telkomsel yang diusulkan PT TMI/Telkomsel Mitra Inovasi. Pada Hlm. 140, BPK merekomendasikan "Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan ini kepada APH (penegak hukum)."
Duit Telkom memang banyak, akumulasi laba ditahannya per September 2023 hampir menyentuh Rp100 triliun yang sangat seksi jika dikulik untuk dana politik dan pengamanan perkara untuk pihak tertentu.
*
Dengan demikian, ekonomi digital dan kerakyatan bisa juga ditafsirkan sebagai seperangkat jargon dan praksis menggunakan gabungan sumber daya negara dan kecakapan narasi swasta untuk sebesar-besarnya mengeruk keuntungan.
Itulah oligarki digital yang sesungguhnya dan marginnya triliunan!
Wujud konkretnya semacam Wishnutama yang dulu diangkat sebagai Menparekraf padahal sedang menjabat sebagai Komisaris Tokopedia, yang seharusnya dilarang menurut UU Kementerian Negara. Orang yang sama juga merangkap sebagai Komisaris Telkomsel dan Komisaris GOTO ketika transaksi Rp6,4 triliun terjadi.
Orang yang sama juga, sebagai Komisaris Utama Telkomsel, mengikuti Rapat Terbatas Kabinet di Istana Merdeka (Senin, 25/9/2023) yang dipimpin langsung Jokowi untuk membahas regulasi perdagangan melalui media sosial, termasuk di dalamnya mengatur Tokped, Tiktok dsb.
Belakangan kita tahu bahwa akhirnya Tiktok mengakuisisi Tokped (75,01%) dengan transaksi yang kabarnya Rp13 triliun dengan cara bayar menggunakan Promissory Note.
Yang untung besar jelas bukan masyarakat lemah, tapi faktanya adalah industri lokapasar nasional berada dalam genggaman Cina (Koran Tempo, 16/12/2023): Tencent (Shopee), Alibaba (Lazada), Bytedance Ltd (Tiktok-Tokped).
Jadi, jika pada debat nanti ada yang koar-koar tentang kedaulatan digital, IT dan teknologi masa depan, orkestrasi ekonomi dst tanpa menyentuh hal-hal seperti disebut di atas, Anda bisa nilai sendiri seberapa omong-kosong semua sandiwara kontestasi ini, seberapa rendah 'peradaban' kita, dan seberapa munafik kita sebagai bangsa,
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)
*sumber: fb