Panglima Perang Tidak Boleh Ikut Perang Tanding
Oleh: Ustadz Anshari Taslim
Panglima Perang Tidak Boleh Ikut Perang Tanding. Demikian kata Badruddin Ibnu Jama'ah dalam kitab "Tahrir Al-Ahkam fii Tadbir Ahli Al-Islam" (lihat ss di bawah).
Mungkin ada yang baru dengar Kitab ini, yang jelas kitab ini membahas tentang masalah politik Islam mirip dengan kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah karya Imam Al-Mawardi.
Ibnu Jama'ah sendiri adalah salah satu pembesar madzhab Syafi'iyyah yang semasa dengan Ibnu Taimiyah, bahkan salah satu rivalnya dari kalangan Asya'irah.
Memang begitulah adanya, pimpinan tertinggi tidak boleh ikut langsung dalam pertempuran karena kalau dia mati maka akan berdampak buruk kepada pasukan.
Ini sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab fikih seperti dijelaskan oleh Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaaj mengutip dari Al-Mawardi:
وَيُعْتَبَرُ فِي الِاسْتِحْبَابِ أَنْ لَا يَدْخُلَ بِقَتْلِهِ ضَرَرٌ عَلَيْنَا كَهَزِيمَةٍ تَحْصُلُ لَنَا لِكَوْنِهِ كَبِيرَنَا
"Yang sunnah melakukan mubarazah (perang tanding) itu adalah orang yang kalaupun ia mati tidak melemahkan kaum muslimin misalnya karena dia adalah salah satu pembesar kita."
Hal ini merupakan strategi yang umum dalam peperangan. Pimpinan tertinggi tidak boleh masuk langsung ke dalam pertempuran kecuali ada hajat atau terpaksa, karena kalau sampai dia mati maka pasukan dan bawahannya akan kalang kabut.
Perang tanding atau mubarazah adalah adat perang zaman dulu.
Untuk peperangan modern sudah tidak dimungkin lagi bila memakai senjata jarak jauh.
Intinya di sini adalah pimpinan itu tak boleh berisiko cepat mati, karena itu membahayakan pasukan dan negerinya sendiri.