Menkumham soal Imigran Rohingya: Mereka Korban, Dicari Solusi Terbaik

Menkumham soal Imigran Rohingya: Mereka Korban, Dicari Solusi Terbaik

Pemerintah RI melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan imigran Rohingya yang kini berada di sejumlah wilayah Aceh merupakan korban dari penyelundupan dan perdagangan manusia.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan dua badan PBB yakni IOM (International Organization for Migration) dan UNHCR untuk mencari solusi terkait pengungsi imigran Rohingya tersebut.

"Kita berharap pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan tentunya IOM dan UNHCR bersama-sama dengan kita mencari solusi yang tepat. Mereka juga adalah korban-korban," ujar Yasonna dalam agenda peringatan Hari HAM se-Dunia ke-75 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2023) malam.

Yasonna menjelaskan Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi 1951 mengenai Pengungsi, tetapi mempunyai sejarah untuk memberi perlakuan yang baik terhadap pengungsi. Menurut dia, setidaknya hingga kini ada 13 ribu lebih pengungsi di Indonesia.

Yasonna menyadari perbedaan budaya membuat ada kegelisahan di tengah masyarakat Indonesia mengenai pengungsi imigran, termasuk Rohingya. Oleh karena itu, dia berharap para pimpinan di daerah tempat pengungsi tinggal mampu menangani permasalahan tersebut.

"Di kita ini sekarang ada hampir 13 ribuan pengungsi; Afghanistan, Iran, terakhir Rohingya. Memang ini adalah sindikat (mafia penyelundupan dan perdagangan manusia), sudah ditangkap oleh polisi. Kita harapkan juga ini bisa kita hindarkan di kemudian hari," ujar pria yang membawahi Direktorat Jenderal Imigrasi di kementerian yang dipimpinnya itu.

"Karena mereka juga korban-korban dari para mafia-mafia yang membawa mereka, menjual harta bendanya, kemudian datang kemari dengan ditawarkan kehidupan yang lebih layak," kata dia.

Berdasarkan data UNHCR, hingga akhir November 2022, kebanyakan pengungsi di Indonesia datang dari Afghanistan (55 persen), Somalia (10 persen), dan Myanmar (6 persen).

Komnas HAM terjun ke Aceh

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerjunkan tim ke Aceh untuk melakukan pemantauan terhadap imigran Rohingya.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyatakan pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait.

"Komnas HAM juga sudah melakukan pemantauan ke Aceh, dan melakukan koordinasi dengan kementerian-lembaga termasuk Kementerian Hukum dan HAM," ucap Atnike dalam agenda yang sama dengan Yasonna.

Atnike menambahkan pemantauan yang dilakukan tim Komnas HAM bertujuan untuk memastikan pengungsi Rohingya mendapatkan perlindungan.

"Kita akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa para pengungsi yang adalah korban perdagangan manusia, korban konflik, akan mendapatkan perlindungan," tutur Atnike.

"Apakah di Indonesia maupun di penempatan permanen apabila bisa dilakukan dan tentu kita harus mendorong penyelesaian akar masalah. Saya pikir Indonesia dengan menjadi anggota Dewan HAM juga dapat mendorong upaya-upaya penyelesaian persoalan pengungsi Rohingya melalui diplomasi di PBB," kata dia.

Pada hari ini, Minggu (10/12/2023), setidaknya ada sekitar 315 orang pengungsi Rohingya kembali mendarat di Aceh yakni di wilayah pesisir Blang Raya Kabupaten Pidie dan pantai Blang Ulam Kabupaten Aceh Besar.

"Iya ada dua kapal Rohingya, satu di daerah Blang Raya, satu lagi di kawasan Pantai Blang Ulam Aceh Besar," kata Panglima Laot Aceh Miftach Tjut Adek, di Banda Aceh, Minggu.

Miftach menyampaikan pengungsi Rohingya di Pidie mendarat sekitar 03.30 WIB dan di Aceh Besar sekitar pukul 05.30 WIB.

Kedatangan imigran Rohingya yang bergelombang menggunakan kapal di berbagai pesisir Aceh, termasuk Pidie, sejak November lalu mendapat penolakan dari warga setempat. Di beberapa tempat, warga mendorong kapal yang membawa masing-masing ratusan imigran Rohingya itu untuk berlayar di laut lagi.

Wapres Ma'ruf Amin Usulkan Pulau Galang Jadi Tempat Pengungsi Rohingya

Wakil Presiden atau Wapres Ma'ruf Amin mengusulkan penempatan pengungsi Rohingya di Pulau Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap penolakan pengungsi Rohingya di Aceh, Riau, dan Medan.

Ma'ruf Amin menekankan perlunya penanganan bersama antar-pemangku kepentingan untuk mengatasi permasalahan kemanusiaan, pengungsi Rohingya ini. Pemerintah Indonesia juga berencana membahas solusi dengan UNHCR, lembaga PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi.

"Penempatannya di mana? Dulu kita punya Pulau Galang, nanti kita bicarakan lagi apa akan seperti itu," kata Ma'ruf Amin usai menghadiri Peluncuran Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO) 2024 dan Peresmian Universitas Indonesia Industrial Government (I-GOV) Ke-3 Tahun 2023 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa, 5 Desember 2023.

Langkah-langkah penanggulangan tersebut sedang dibahas intensif oleh pihak terkait untuk mengantisipasi dampak dan memastikan penanganan yang efektif.

"Selama ini kan tidak mungkin kita menolak, tetapi juga tentu kita mengantisipasi jangan sampai ada penolakan dari masyarakat, juga bagaimana supaya mengantisipasi jangan sampai terus semuanya lari ke Indonesia. Itu jadi beban," kata Ma’ruf.
Keunikan Pulau Galang

Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, bukan hanya destinasi wisata biasa. Pulau ini menjadi saksi bisu sejarah pengungsian ratusan ribu warga Vietnam pada tahun 1980-an. Tempat ini juga dikenal sebagai Kampung Vietnam atau Camp Vietnam, tempat para pengungsi mencari perlindungan dari pergolakan politik di negara asalnya.

Pulau Galang menjadi tempat penampungan pengungsi Vietnam yang dikenal sebagai 'Manusia Perahu'. Peninggalan sejarah seperti bekas-bekas perahu, museum, tempat ibadah, dan pemakaman Ngha Trang Grave masih dapat disaksikan hingga kini.

Humanity Park, atau Sacre of Humanity menjadi titik penting dengan sebuah patung yang mengenang seorang gadis pengungsi Vietnam, Tinh Nhan Loai, yang mengalami kisah tragis pada 1985. Pulau Galang tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga mengajarkan kita mengenai kemanusiaan dan sejarah pengungsian yang pernah terjadi.

Dengan potensi wisata yang menarik dan keberagaman pengalaman yang ditawarkan, Pulau Galang di Batam membuka pintu bagi wisatawan untuk menjelajahi sejarah, menikmati keindahan alam, dan merenungkan nilai-nilai kemanusiaan.

(Sumber: CNNIndonesia, Tempo)

Baca juga :