𝐆𝐨𝐫𝐭𝐚 𝐌𝐨́𝐫 - 𝐓𝐡𝐞 𝐈𝐫𝐢𝐬𝐡 𝐆𝐫𝐞𝐚𝐭 𝐅𝐚𝐦𝐢𝐧𝐞 𝟏𝟖𝟒𝟔-𝟏𝟖𝟓𝟏
Oleh: Arsyad Syahrial
Selama lebih dari 700 tahun (sejak Abad XII s/d awal Abad XX) orang Irlandia hidup di bawah penjajahan Inggris dan menjadi koloni pertama Inggris. Irlandia adalah tempat di mana proyek "Kekaisaran Inggris Raya" dan kebijakan rasisnya dirumuskan untuk kemudian diekspor ke daerah jajahan lainnya seperti: Amerika Serikat, Kanada, India, Srilanka, Malaysia, Burma, dan Afrika Selatan. Kata-kata seperti "ethnic cleansing", "racially inferior", and "segregation" adalah bukti sejarah dari penaklukkan atas nama Kerajaan Inggris terhadap Irlandia.
Bukti jahatnya penjajahan Inggris terlihat pada peristiwa "The Irish Great Famine" (yang mengakibatkan lebih 1 juta rakyat Irlandia mati dan lebih 2 juta orang terpaksa beremigrasi ke Amerika Serikat dan Inggris), dan kisahnya adalah sebagai berikut…
Jadi awal Abad XIX, para petani penggarap di Irlandia (khususnya di bagian barat Irlandia) sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri selain dari kewajiban memasok tanaman makanan pokok untuk pasar di Inggris. Akibatnya, mayoritas petani Irlandia hanya bisa hidup di tingkat subsisten dikarenakan kecilnya penghasilan mereka akibat berbagai kesulitan kehidupan khususnya yang berkaitan dengan tanah pertanian mereka sendiri. Pada Abad XVIII kentang menjadi tanaman makanan pokok dikarenakan ia tanaman yang relative kuat, bergizi, dan padat kalori serta relative mudah tumbuh di bumi Irlandia di mana Dekade 1840an separuh penduduk Irlandia (khususnya masyarakat miskin pedesaan) sangat bergantung pada kentang. Para petani penyewa di Irlandia biasanya mengizinkan para buruh tani yang tak memiliki lahan (disebut "cottiers") untuk tinggal dan bekerja di lahan pertanian mereka serta memelihara lahan kentang mereka sendiri. Keluarga cottier umumnya mengkonsumsi sekitar 8 pon kentang per orang per hari (sekitar 80% kalori yang mereka konsumsi). Ketergantungan yang besar pada 1 atau 2 jenis kentang yang menghasilkan panen tinggi sangat mengurangi keragaman genetik yang biasanya mencegah kehancuran seluruh tanaman oleh penyakit…
Pada tahun 1845, sejenis jamur air bernama "Phytophthora Infestans" yang menyebabkan penyakit busuk daun pada kentang (dan juga tanaman tomat) muncul di Irlandia (secara tak sengaja terbawa dari Amerika Utara). Ketika tanaman terinfeksi, lesi muncul pada daun, tangkai, dan batang sehingga umbi kentang mengalami pembusukan. Kemudian jamur dan bakteri sekunder sering ikut menyerang umbi kentang dan menyebabkan pembusukan lebih lanjut selama proses penyimpanan, transit, dan pemasaran. Sebenarnya cuaca kering yang panas dapat menghambat penyebaran Phytophthora, akan tetapi pada tahun 1845 Irlandia mengalami cuaca lembab yang tak biasa yang memungkinkan terjadinya wabah tanaman. Sebagian besar tanaman kentang pada tahun itu membusuk di ladang. Kegagalan panen parsial tersebut diikuti oleh kegagalan yang lebih dahsyat lagi pada tahun 1846-1849, karena tanaman kentang setiap tahun hampir sepenuhnya hancur akibat wabah tanaman.
Inggris sebagai penjajah sangat-sangat kurang dalam membantu meringankan penderitaan kelaparan rakyat jajahannya. Parlemen Inggris memang membekukan UU "Corn Law" dan meringankan pajak terhadap biji-bijian atas Irlandia. Namun Perdana Menteri Inggris, Robert Peel, tetap saja mengizinkan ekspor biji-bijian dari Irlandia ke Inggris (yang tentu saja mengakibatkan semakin sedikit makanan bisa dibeli oleh orang Irlandia yang miskin) walau ia mengizinkan impor jagung dari Amerika Serikat yang agak sedikit membantu meringankan kelaparan. Pengganti Peel, John Russell, di 1846 malah lebih parah lagi karena ia mengambil pendekatan "laissez-faire". Russel malahan mengalihkan penekanan dari upaya pemberian bantuan kepada upaya yang berasal dari Irlandia sendiri – sementara kaum tani Irlandia yang miskin, tak punya uang untuk membeli makanan yang dihasilkan pertanian mereka, namun mereka terus mengekspor biji-bijian, daging, dan makanan berkualitas tinggi lainnya ke Inggris.
Akibat kebijakan Russel, sebagian besar beban finansial untuk memenuhi kebutuhan kaum tani Irlandia yang kelaparan ditanggung oleh para pemilik tanah Irlandia sendiri atau para pemilik tanah Inggris (yang tidak hadir). Namun karena kaum tani tak mampu untuk membayar sewa, para tuan tanah tentunya kehabisan dana, dan akibatnya adalah ratusan ribu petani dan buruh tani Irlandia diusir selama tahun-tahun krisis. Berdasarkan ketentuan UU "Poor Law" tahun 1834 yang sangat keras (diberlakukan tahun 1838 di Irlandia) orang-orang miskin yang dianggap "berbadan sehat" dikirim ke pusat-pusat kerja daripada hanya diberikan bantuan kelaparan. Bantuan Inggris terbatas pada pinjaman, membantu mendanai dapur umum, dan menyediakan lapangan kerja dalam pembangunan jalan dan pekerjaan umum lainnya.
Tindakan pemerintah yang enggan dan tak efektif untuk meringankan penderitaan akibat kelaparan meningkatkan kebencian rakyat Irlandia terhadap Inggris. Hal yang sama merusaknya adalah sikap di antara banyak intelektual Inggris yang berpendapat bahwa krisis ini merupakan koreksi (yang telah diprediksi) dan bukan hal yang tidak diinginkan terhadap tingginya angka kelahiran di Irlandia pada dekade-dekade sebelumnya dan, menurut pendapat mereka, kelemahan yang dirasakan dalam karakter bangsa Irlandia.
Namun…
6.500 kilometer jauhnya dari Irlandia, di Istanbul (ibukota Daulah Ùtsmāniyyah), Sultan Abdulmejid I (ʿAbdü'l-Mecîd-i evvel) yang ketika itu baru berusia 24 tahun mendengar penderitan yang luar biasa menyedihkan dari rakyat Irlandia tersebut dari dokter giginya yang berasal dari Irlandia. Sultan dengan cepat menawarkan uang senilai £10.000 (sekira £1,2juta nilai saat ini) untuk rakyat Irlandia kepada Inggris. Namun oleh para penasihat Ratu Victoria, bantuan itu ditolak karena Ratu cuma membantu Irlandia sejumlah £2.000 saja, sehingga orang lain tidak boleh memberi bantuan yang sama atau melebihi jumlah bantuan Ratu. Sultan akhirnya mengurangi bantuan menjadi £1.000, namun memerintahkan tiga kapal penuh membawa makanan, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak lainnya dikirim ke Irlandia.
Operasi bantuan bersejarah itu dilakukan secara diam-diam, sebab Royal Navy takkan mengizinkan kapal asing berlabuh di pelabuhan di ibu kota Dublin atau di Cork, jadi kapal Ùtsmāniyyah harus melakukan perjalanan lebih jauh ke utara dan berlabuh di dermaga Drogheda di tepi Sungai Boyne… dan bantuan itu dengan cepat dibongkar oleh para pelaut Ùtsmāniyyah dan disebar kepada rakyat Irlandia yang sangat menderita.
Kemurahan hati Sultan Abdulmejid I itu sangat dikenang oleh rakyat Irlandia di mana informasinya dapat ditenukan di Museum Dublin dan pada plakat di dinding sebuah gedung di pusat kota Drogheda, serta di lambang tim sepak bola "Drogheda United".
Namun bukti paling signifikan dari bantuan tersebut adalah surat pernyataan rasa terima kasih yang ditandatangani oleh para pemuka rakyat Irlandia kepada Sultan Abdulmejid I.
Rakyat Irlandia sangat terharu karena bantuan dalam jumlah besar (bahkan melebihi apa yang diberikan tuan penjajah Inggris) adalah "with no strings attached" (tanpa imbalan apapun) justru datang dari para "penganut agama Muḥammad ﷺ".
Tindakan Sultan Abdulmejid I itu menjadi teladan bagi negara-negara Eropa dan 100 tahun kemudian menjadi standar bagi PBB dengan UNDP, UNICEF, WFP, dan UNFPA-nya.
Demikian, semoga bermanfaat.