Kakak Hary Tanoe Ikut Terseret Kasus Korupsi Bansos Beras

[PORTAL-ISLAM.ID]  Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memeriksa kakak Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, sebagai saksi dalam perkara korupsi bansos beras bagi keluarga penerima manfaat (KPM) dan program keluarga harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp127,5 miliar.

Bambang Rudijanto atau yang karib disapa Rudy Tanoe merupakan Komisaris PT Dosni Roha Logistik (PT DRL) yang memenangkan tender pendistribusian beras bansos.

“Hari ini, 6 Desember, bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi, Komisaris  PT Dosni Roha Logistik (PT DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo,” kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Rabu, 6 Desember 2023.

Namun Rudy Tanoe mangkir dari pemeriksaan KPK kemarin.

Soal mangkirnya Rudy Tanoe juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

"Sejauh ini yang bersangkutan tidak hadir," ujarnya, Kamis (7/12/2023).

Ali mengatakan soal pemanggilan Rudy Tanoe sebagai saksi, kapasitas tersebut lantaran diduga mengetahui, mendengar atau mengetahui suatu peristiwa yang berkaitan dengan tindak pidana.

"Semua yang dipanggil sebagai saksi karena ada kebutuhan pendalaman lebih lanjut substansi perkara, tetapi, lagi-lagi bahwa kami tidak bisa menyampaikan materi perkara kepada publik," kata Ali.

Kasus dugaan korupsi penyaluran bansos beras itu menjerat mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo, sebagai tersangka.

Juga bersama 5 orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren; mantan Direktur Komersial PT BGR, Budi Susanto; mantan Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; anggota tim penasihat PT PTP, Roni Ramdani; dan General Manager PT PTP, Richard Cahyanto.

Konstruksi perkara

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan keterlibatan keenam tersangka itu bermula ketika Kementerian Sosial (Kemensos) RI mengirim surat kepada PT BGR pada Agustus 2020. Dalam surat itu, Kemensos meminta audiensi dengan PT BGR  untuk membahas rencana penyaluran bantuan sosial beras.

Dalam audiensi tersebut, PT BGR yang diwakili oleh Budi Susanto menyatakan siap mendistribusikan bantuan sosial tersebut ke 19 provinsi di Indonesia.

“Sebagai langkah persiapan, BS memerintahkan AC untuk mencari rekanan yang akan dijadikan sebagai konsultan pendamping” Ujar Alex dalam konferensi pers Rabu, 23 Agustus 2023.

Mengetahui adanya rencana tersebut, menurut Alex, Ivo Wongkaren dan Roni Ramdani awalnya memasukan penawaran harga ke PT BGR dengan menggunakan bendera PT Damon Indonesia Berkah ( PT DIB) Persero. Penawaran itu kemudian disetujui oleh Budi Susanto.

Kemensos kemudian memilih PT BGR sebagai distributor penyaluran bantuan sosial beras. Nilai kontraknya disebut mencapai Rp 326 miliar.

Berdasarkan penelusuran tim penyidik KPK, keenam tersangka itu malah sepakat menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto untuk mendistribusikan beras tersebut, bukan PT DIB yang awalnya diajukan. Padahal, menurut Alex, PT PTP belum memiliki dokumen legalitas yang jelas. 

“Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepaktai untuk dibuat mundur/ Backdate” Jelas  Alex Marwata.

Ivo, Roni dan Richard kemudian membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan pendistribusian beras. Alex menyatakan PT PTP menagih uang muka dan termin meski tak melakukan pendistribusian. Nilainya sebesar Rp 151 miliar dan dibayarkan PT BGR ke rekening bank atas nama PT PTP.

“Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate (tanggal mundur),” lanjut Alex.

Menurut penelusuran KPK, PT PTP menarik dana sebesar Rp 125 miliar dari PT BGR pada periode bulan Oktober 2020 sampai Januari 2021. Alexander menyatakan dana itu digunakan untuk kegiatan yang tak ada hubungannya dengan distribusi bansos dari Kemensos. KPK pun menilai negara dirugikan hingga Rp 127,5 miliar dalam kasus korupsi bansos ini. 

(Sumber: Tribunnews, Tempo)
Baca juga :