Dalam sistem peradilan Islam, seorang hakim tidak dibolehkan mengambil keputusan dalam keadaan marah.
Dalil yang dijadikan sebagai hujjah ketentuan itu adalah hadits shahih dalam riwayat syaikhân dari Abi Bakrah.
Sebagian pensyarah hadits hanya terpaku pada adab dalam peradilan namun bagi siapa yang mau melihat isyarat lebih jauh, pesan Nabi saw tersebut lebih mendalam ke arah persyaratan seorang pengambil keputusan yang harus mampu mengendalikan emosinya.
Alasannya, karena tidak semua perkara bisa menunggu redanya amarah sang hakim dan tidak semua amarah pula bisa dengan mudah diredakan.
Selanjutnya, bila seorang hakim yang hanya memutuskan perkara beberapa orang yang berkasus, harus memiliki kestabilan emosi dan kemampuan mengendalikan emosi dengan baik, tentu syarat ini tak boleh absen sama sekali pada diri seorang pemimpin yang akan mengambil keputusan untuk jutaan manusia !!!
Di sinilah pertimbangan ulama dalam ijtima' ulama di Padang Panjang ketika mensyaratkan sifat shiddiq, amânah, fathânah dan tabligh yang merupakan sifat wajib seorang nabi, mesti dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena keempat sifat itu, akan membentuk karakter kepemimpinan yang bisa menjaga kestabilan emosi dalam mengatasi berbagai kerumitan masalah yang dihadapi.
Marilah menjadi umat yang berwawasan !!!
(Buya Gusrizal)