Tadi ada temen nanya, kenapa tim sebelah yang dibangga-banggain kok cuma Cawapresnya.
Saya jawab apa adanya aja.
"Ya lumrah, Mas. Capresnya nggak punya prestasi yang bisa dibanggakan untuk dibahas. Beli pesawat bekas kemahalan. Disuruh nanam singkong gagal. Ngomong gak jelas. Saat pidato, suara dikeras-kerasin seperti berusaha menutupi isi pidato yang nggak ada isinya. Habis itu emosian.
Ya wajar kalau Capresnya jarang mereka bicarakan. Apalagi setelah babak belur waktu debat pertama kemarin."
Temen saya protes. Tapi kan ini Pilpres, katanya. Pemilihan Presiden. Harusnya Capresnya dong yang ditonjolkan, karena jika menang, kan Presiden yang akan memegang kekuasaan tertinggi, bukan Cawapres.
Saya jawab, "Apa yang diharapkan dari paslon hasil begal konstitusi?"
"Lagipula Pilpres ini kan memang disiapkan untuk Sang Pangeran. Si bapak mah buat batu loncatan aja. Paling dua tiga tahun menjabat lalu mundur."
"Trus nasib anak presiden lain yang juga ngebet pengen jadi presiden gimana Mas?" tanyanya lagi.
"Ya masih ada kesempatan lah. Kan masih muda. Masih bisa nyapres setelah Dik Ethes selesai menjabat. Kira-kira 40 tahun lagi usia beliau kan baru 80 tahunan. Masih bisa.
Itu kalau Dik Ethes nggak punya anak loh ya."
Teman saya tertawa kecut. Dia pengagum anak mantan presiden yang flamboyan itu.
(Wendra Setiawan)