13 Orang Tewas di Pabrik Smelter Morowali Akibat Buruknya Pengawasan Pemerintah

Petaka Berulang Pabrik Smelter Nikel

13 Orang Tewas di Pabrik Smelter Morowali Akibat Buruknya Pengawasan Pemerintah

Sejarah akan mencatat, di era pemerintahan Jokowi, nyawa anak negeri menjadi tidak berarti demi ambisi proyek strategis nasional.

KECELAKAAN berulang di proyek penghiliran nikel yang sudah menghilangkan nyawa puluhan pekerja merupakan buah dari kelalaian pemerintah. Presiden Joko Widodo dan para menterinya memilih sibuk mengkampanyekan keberhasilan program penghiliran serta melupakan maut yang mengancam para pekerja di sektor tersebut.

Tungku smelter feronikel nomor 41 milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, meledak pada Ahad pagi, 24 Desember lalu. Sebanyak 59 pekerja menjadi korban dan 13 orang di antaranya meninggal.

Peristiwa kebakaran tangki di pabrik smelter ini bukan yang pertama kali terjadi. Tepat setahun lalu, kecelakaan serupa terjadi di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry. Dua pekerja tewas dalam peristiwa itu. Pada 27 April 2023, kecelakaan kerja juga terjadi di PT Indonesia Guang Ching Nickel & Stainless Industry. Pabrik ini pun berdiri di kawasan PT IMIP. Dua pekerja tewas dalam peristiwa tersebut.

Melihat deretan peristiwa kecelakaan kerja di proyek smelter yang terjadi dalam waktu berdekatan patut dicurigai ada pengabaian dari instansi pemerintah yang bertugas menjadi pengawas. Apalagi dari informasi yang diperoleh, tungku yang digunakan jarang diperiksa oleh perusahaan sehingga rentan menimbulkan kebakaran. Saat pekerjaan berlangsung pun, tak ada petugas teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Bahkan kalaupun ada, petugas K3 itu merupakan tenaga kerja asing asal Cina. Hal ini bisa juga menjadi masalah. Sebab, sangat mudah terjadi miskomunikasi karena para pekerja asing itu tak bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

Tak hanya lalai dalam pengawasan, pemerintah juga dinilai tidak tegas dalam memberikan sanksi kepada perusahaan yang terbukti tak menjalankan sistem keselamatan kerja dengan baik. Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sepanjang 2022-2023, tidak ada satu pun perusahaan yang dikenai sanksi atas berbagai peristiwa yang merenggut nyawa pekerja di sejumlah smelter nikel. 

Sebaliknya, justru pekerja yang menuntut hak-hak mereka dijatuhi sanksi oleh perusahaan. Dua pemimpin serikat pekerja malah menjadi tersangka atas peristiwa bentrokan antar-pekerja pada 14 Januari lalu. Padahal saat itu keduanya tengah mengadvokasi hak-hak pekerja.

Laporan Trend Asia periode 2015-2022 menyebutkan terdapat 53 pekerja smelter nikel meninggal karena kecelakaan kerja serta terjadi bentrokan antara pekerja berkebangsaan Indonesia dan Cina. Korban terbanyak, yakni 40 pekerja, adalah warga negara Indonesia. Sisanya adalah tenaga kerja asing asal Cina.

Melihat pelbagai kekacauan di proyek smelter nikel, pemerintah mesti mendorong investigasi yang dilakukan tim independen guna mencari penyebab kecelakaan. Penyelidikan ini pun harus transparan sehingga masyarakat mengetahui permasalahan utama dari pabrik-pabrik smelter yang merupakan program unggulan pemerintah.

Sejalan dengan investigasi tersebut, Jokowi bisa segera memerintahkan penghentian sementara aktivitas pengolahan hasil tambang nikel di kawasan industri Morowali. Pemerintah sudah seharusnya memperhatikan keselamatan pekerja dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh investasi serampangan berdalih kepentingan ekonomi.

Tanpa ada langkah perbaikan yang sepenuh hati, kecelakaan demi kecelakaan di pabrik smelter akan terus terjadi. 

Sejarah akan mencatat, di era pemerintahan Jokowi, nyawa anak negeri menjadi tidak berarti demi ambisi proyek strategis nasional.

(Sumber: Editorial Koran Tempo, Selasa, 26 Desember 2023)

Baca juga :