PARTAI BANTENG MENABUH GENDERANG PERANG

PARTAI BANTENG MENABUH GENDERANG PERANG

🔴PDIP mengubah strategi menghadapi pemilihan presiden 2024. Ada instruksi untuk melawan langkah Jokowi dan Gibran.

Atas nama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Hasto Kristiyanto meminta kader partainya melawan pengkhianatan yang terjadi saat ini. Bentuk perlawanan itu antara lain mengawasi dan melaporkan setiap kecurangan dalam pemilihan presiden.

Sekjen PDIP itu menyampaikan instruksi tersebut lewat pesan tertulis di grup percakapan WhatsApp internal partai berlambang banteng moncong putih itu pada Selasa lalu. “Kita buktikan dengan kemenangan,” kata seorang politikus PDIP yang mengutip pernyataan Hasto di grup WhatsApp tersebut, Rabu, 1 November 2023. 

Di situ, Hasto tak menyebutkan identitas pengkhianat yang dimaksudkannya. Tapi kader PDIP berkesimpulan bahwa kata “pengkhianat” itu dilekatkan pada Presiden Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka—Wali Kota Solo yang juga putra sulung Jokowi.

Presiden Jokowi dan Gibran berbeda sikap dengan PDIP dalam urusan pemilihan presiden 2024. Padahal keduanya merupakan kader partai banteng itu. PDIP bersama PPP, Partai Hanura, dan Partai Perindo mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Sedangkan Gibran memilih menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. Pasangan Prabowo-Gibran ini diusung tujuh partai.

Lalu Presiden Jokowi mendukung Prabowo-Gibran, yang dibuktikan dengan berbagai pergerakan mantan Wali Kota Solo itu belakangan ini. Misalnya, ia mengumpulkan kelompok pendukungnya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, yang rata-rata mendukung Prabowo-Gibran, pekan lalu. Jokowi juga bertemu dengan kelompok relawan Prabowo-Gibran ketika berkunjung ke Bali, Selasa lalu.

Politikus PDIP ini mengatakan Hasto juga meminta kader partainya menunggu komando perlawanan berikutnya. “Kami diminta menunggu komando berikutnya,” katanya.

Hasto belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Tempo juga berusaha meminta konfirmasi ke sejumlah legislator PDIP, seperti Deddy Yevri Hantero Sitorus, Aria Bima, Tubagus Hasanuddin, Masinton Pasaribu, dan Eriko Sotarduga, tapi mereka belum menanggapinya. 

Isu 3 Periode

Sebelum adanya instruksi tersebut, sejumlah politikus PDIP lebih dulu menabuh genderang perang terhadap Jokowi ataupun Gibran. Komarudin, Hasto, Adian Napitupulu, dan Deddy Yevri lebih dulu mengungkit agenda perpanjangan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode yang ditentang partainya. Mereka menyebutkan agenda presiden tiga periode ini berasal dari Jokowi.

Deddy Yevri mengatakan alasan PDIP membuka kembali isu perpanjangan masa jabatan presiden adalah publik membutuhkan penjelasan logis atas dinamika politik yang berkembang saat ini. Sebab, narasi yang berkembang belakangan ini, kata Deddy, memposisikan PDIP sebagai pihak yang menzalimi Jokowi dan keluarganya. 

“Ada penggiringan opini di ruang publik, seolah-olah kekacauan ini karena kesalahan atau kesombongan PDI Perjuangan yang menyakiti Presiden dan keluarganya,” katanya.

Sikap PDIP ini sesungguhnya berbeda dengan arahan awal Megawati. Awalnya kader partai banteng moncong putih itu diminta diam dan tidak frontal dalam menyikapi langkah Gibran menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo. Permintaan itu disampaikan dalam dua kali pertemuan pengurus pusat dan pengurus daerah PDI Perjuangan secara daring, pekan lalu.

Hak Angket

Di DPR, legislator PDIP, Masinton Pasaribu, mengusulkan penggunaan hak angket atas akrobat hukum Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. Usulan Masinton itu diajukan saat rapat paripurna DPR, dua hari lalu.

Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 huruf q itulah yang memuluskan jalan Gibran menjadi calon wakil presiden. Awalnya Gibran, yang berusia 36 tahun, tak memenuhi syarat usia karena pasal tersebut mengatur usia calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun. Tapi Mahkamah Konstitusi menambah ketentuan baru, yaitu pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Komarudin mengaku fraksinya belum membahas usulan Masinton tersebut. Meski begitu, ia mendukung langkah Masinton itu.

Panas Setahun Lalu

Panas-dingin hubungan PDI Perjuangan dan Jokowi ini sesungguhnya sudah terlihat sejak tahun lalu. Misalnya, ketika Megawati tidak menghadiri pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dengan Idayati—adik Jokowi—pada 26 Mei 2022. PDIP juga berulang kali menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden.
Saat perayaan ulang tahun ke-50 PDIP di Jakarta Pusat, Megawati menyinggung peran partainya dalam memenangkan Jokowi di dua kali pemilihan presiden. Lalu kader PDIP kompak menentang kehadiran tim sepak bola nasional Israel dalam Piala Dunia U-20 yang membuat Indonesia gagal menjadi tuan rumah.

Panas-dingin hubungan Jokowi dengan PDIP bukan hanya soal pencalonan Gibran. Manuver Kaesang Pangarep, adik Gibran, menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia ikut menyulut amarah pengurus PDI Perjuangan. Sebab, Jokowi merestui putranya itu memimpin PSI. Padahal Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PDI Perjuangan mengharuskan keluarga inti kadernya berada dalam satu partai. 

Partai banteng juga menabuh genderang perlawanan dengan menyebar tautan buku elektronik mengenai dinasti politik Jokowi di grup WhatsApp internal PDIP. Sejumlah narasumber yang ditemui Tempo memperlihatkan tautan buku elektronik tentang politik dinasti keluarga Jokowi itu. Penyebaran buku terbitan 2020 ini disertai narasi yang mengkritik Jokowi. 

Kelanjutan Hak Angket

Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Partai Gerindra—pendukung Prabowo-Gibran—Habiburokhman menilai hak angket yang diusulkan Masinton Pasaribu salah sasaran. Sebab, sasaran hak angket seharusnya pemerintah, bukan putusan Mahkamah Konstitusi. "(MK) enggak bisa jadi obyek hak angket,” kata Habiburokhman.

Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah berpendapat bahwa DPR tidak dapat menindaklanjuti usulan hak angket Masinton mengenai putusan Mahkamah Konstitusi. Ia menyebutkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, obyek penyelidikan hak angket bukanlah lembaga yudikatif, seperti Mahkamah Konstitusi, melainkan lembaga eksekutif. “Semestinya DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki cawe-cawe pemerintah dalam proses menjelang pemilu,” kata Herdiansyah.

Kendati begitu, akademikus Universitas Mulawarman ini tetap mendukung DPR untuk menggunakan hak angket dalam mengoptimalkan fungsi pengawasannya terhadap pemerintah. 

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menguatkan pernyataan Herdiansyah. Feri mengatakan sasaran hak angket DPR semestinya lembaga eksekutif, bukan Mahkamah Konstitusi. “Bahaya kalau lembaga yudikatif bisa diangket oleh DPR,” kata Feri.

Adapun pakar hukum tata negara Denny Indrayana berbeda pendapat dengan Herdiansyah dan Feri. Menurut Denny, usulan Masinton agar DPR menggunakan hak angket terhadap putusan MK tetap dapat dijalankan. Sebab, sasaran angket DPR tetap eksekutif, yaitu dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. “Penyelidikan bisa dilakukan untuk mencari keterlibatan cawe-cawe presiden,” kata Denny.

(Sumber: Koran Tempo, Kamis, 2 November 2023)

Baca juga :