SELAMA 75 TAHUN, para wanita Palestina telah berteriak-teriak atas jenazah putra-putra mereka yang syahid yang menjadi sasaran Zionis, “Di mana kalian, orang-orang Arab?? Dimana kalian umat Islam?” Jeritan yang paling keras terjadi dalam beberapa minggu terakhir di Gaza, di mana seorang ibu terlihat menjerit di atas jenazah tiga anaknyayang menjadi korban genosida Israel, “Di mana kalian, orang-orang Arab?? Dimana kalian umat Islam?”
Setelah lebih 11.300 ribu korban jiwa, 8000 diantaranya adalah wanita dan anak-anak, dan lebih 30 ribu luka-luka, ditambah kehancuran rumah dan tempat tinggal mereka dalam sebulan terakhir, para wanita Gaza, anak-anak Gaza dan seluruh warga Gaza berharap ada bantuan dari saudara saudara mereka, Arab dan Muslim.
Mereka mengharapkan Shalahuddin bangkit dari kuburnya, menghunus pedangnya dan menunggangi kudanya, “Bergembiralah, karena Shalahuddin belum mati”. Tapi saying, itu hanya mimpi.
Setelah 8000 lebih korban sipil berjatuhan, serangan udara barbar zionis tanpa pandang bulu menghajar sekolah dan rumah sakit dimana para warga mengira sekolah dan rumah sakit adalah shelter di saat perang berdasarkan konvensi internasional. Pada 28 Oktober, Presiden Palestina, Abu Mazen (yang tinggal di Tepi Barat, lebih kurang 100 km dari Gaza) menyerukan penyelenggaraan KTT Liga Arab Luar Biasa untuk membahas eskalasi yang terjadi di Gaza. Padahal banyak pihak berharap Abu Mazen mengirim rudal dan tentara ke Israel, bukan malah meminta pertemuan KTT Liga Arab.
Sebelumya pada 11 Oktober telah diadakan KTM Liga Arab pada tingkat Menlu, dan mengeluarkan komunike bersama yang intinya menyerukan “penghentian segera perang Israel di Gaza dan eskalasi di Jalur Gaza dan sekitarnya, mengutuk pembunuhan warga sipil di kedua belah pihak, dan menekankan perlunya pembebasan warga sipil dan seluruh tahanan dan tahanan.” Dengan catatan bahwa Suriah, Tunisia dan Aljazair “keberatan” dengan komunike tersebut karena dianggap menyamakan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Palestina atas penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat di perbatasan tahun 1967, dengan praktik Zionis yang melanggar konvensi dan resolusi internasional!
Pada tanggal 21 Oktober, sebuah konferensi diadakan di Mesir, dengan cepat dan tanpa pertimbangan yang baik, dan mengusung tema, “Cairo Peace Summit”. Konferensi tersebut hanyalah pidato “humbug” dan perbedaan sikap antara negara-negara Barat dan Arab. Pertemuan berakhir tanpa komunike.
Pada tanggal 27 bulan yang sama, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi resolusi Arab yang diajukan oleh kelompok Negara Arab, dengan mayoritas 140 suara in favor, setelah kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam menjalankan peran yang ditugaskan padanya berdasarkan Piagam, karena veto Amerika. Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera dan berkelanjutan di Gaza.
Semua resolusi ini diinjak-injak oleh Israel dan terus melakukan kejahatan paling keji di Gaza. Seakan “Kafilah menggonggong, anjing berlalu dan lanjut ngebom.” Faktanya, beberapa jam setelah resolusi Majelis Umum, pesawat tempur Israel melancarkan serangan ke rumah sakit di Gaza, seakan Israel mengatakan, “Ape lu, ngelawan gw pake resolusi, kagak ngaruh!”
So, pertemuan KTT Arab-Islam Luar Biasa yang diadakan di Riyadh pada 11 November 2023, paling hasilnya juga akan dibuang ke tong sampah sama Netanyahu, seperti sebelumnya Ariel Sharon melepehkan KTT Arab di Beirut pada bulan Maret 2002, yang mengadopsi keputusan yang kemudian dikenal sebagai Inisiatif Perdamaian Arab.
KTT Arab-Islam Luar Biasa kemarin dihadiri oleh hampir seluruh kepala Negara Anggota Liga Arab dan Anggota OKI, namanya doang “Luar Biasa”, ternyata isinya biasa biasa saja, hanya mengulangi teks-teks yang sudah sering dibacakan oleh para Raja dan Presiden Presiden itu.
Kukira, minimal Negara-negara yang punya hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Mesir, Turki, UEA, dan Maroko akan memutuskan hubungannya dengan Israel, ternyata tidak. Kalau cuma menarik Dubes dan menggantinya dengan CDA, itu tidak perlu “big balls” (nyali besar).
Kalah sama Bolivia yang berani memutuslan hubungan dengan Israel. Padahal itu negara entah berantah di ujung Amerika Latin yang tidak ada hubungannya sama Palestina, Arab bukan, Muslin juga nggak. Hanya "humanity" saja yang membuat mereka mengambil langkah itu. Realmente son hijos del Libertador Simón Bolívar!
Karena tidak mungkin kita berharap para kepala negara itu akan mengumumkan “Penutupan Selat Hormuz, Bab Al Mandib dan Terusan Suez”, kemudian dilanjutkan dengan “pengiriman pasukan dan persenjataan ke Gaza dan Palestina” seperti yang dilakukan AS dan Inggris terhadap Israel. Kerjaan begini perlu “big balls” (nyali besar).
(Saief Alemdar)