Catatan Naniek S Deyang:
Melihat partai itu (PDIP -red) sambil bernyanyi menyindir keluarga Pak Jokowi, melihat Ganjar yang menahan marah mengomentari MKMK, melihat Mahfud yang belum bertarung sudah bicara kecurangan, melihat Surya Paloh menyindir Pak Jokowi, dll.. timbul pertanyaan yang mendasar di hati saya? Mengapa keluarga Pak Jokowi mendukung Pak Prabowo?
Kalau keinginan Pak Jokowi membolehkan Gibran menjadi Cawapres Pak Prabowo, hanya karena ingin tiga periode atau membuat Dinasty Politik, maka berada di perahu PDIP, jauh lebih aman dan cenderung tidak menimbulkan reaksi keras dari pihak manapun, toh Mbak Puan sudah sejak tanggal 15 Agustus 2023 sudah memberi tawaran karpet merah pada Gibran.
Kalau Gibran menjadi wakil Ganjar, Bu Mega nggak perlu harus pamit atau melobi partai lain, karena PDIP maju sendiri pun (tanpa koalisi) sudah memenuhi syarat presidential threshold. Tak hanya itu, sebagai kader PDIP, Pak Jokowi dan keluarga juga bebas dari cemoohan atau cap berkhianat dari PDIP.
Intinya jalur Gibran maju Cawapres sebenarnya lebih mulus melalui PDIP dibanding melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM), dimana keluarga Pak Jokowi menjadi bulan-bulanan habis pihak yang ditinggalkan dan juga pihak lawan yang takut kalah. Dunia perpolitikan geger karena keluarga Pak Jokowi memilih berlabuh pada Pak Prabowo.
Mengapa keluarga Pak Jokowi meninggalkan PDIP? Kaesang mengambil langkah terlebih dahulu menjadi Ketua PSI, Gibran menjadi Cawapres Pak Prabowo dan sang menantu Bobby Nasution akhirnya juga mengembalikan KTA-nya sebagai kader PDIP?
Dalam benak saya terus menari pikiran, kalau ada jalan mudah, mengapa keluarga Pak Jokowi mencari jalan susah, dengan resiko mendapatkan banjir berbagai bully dan fitnah seperti sekarang?
Kalau hanya sekedar isu Ibu Iriana marah karena Pak Jokowi sebagai presiden selalu disebut "petugas partai" oleh Ibu Megawati, dan Gibran sering dimarahi pejabat PDIP, kok naif "suara Ibu Iriana" bisa menggegerkan dunia perpolitikan saat ini ya?
Saya sempat berkawan baik dengan Pak Jokowi, dan juga lumayan mengenal keluarga ini. Rasanya tidak mungkin hanya karena "suara" kecewa Ibu Iriana membuat keluarga Pak Jokowi meninggalkan PDIP.
Lalu apa masalah yang sebenarnya? Dalam benak saya, terserah Anda percaya atau tidak, tetapi ada masalah besar atas bangsa dan rakyat Indonesia, yang diketahui Pak Jokowi dengan Pak Prabowo, dan itu harus diselamatkan.
Mengapa harus Prabowo dengan Gibran? Wajar untuk menata ulang sesuatu yang sudah terganggu dalam suatu sisten diperlukan orang-orang yang Pak Jokowi yakini "tidak banyak kepentingan" dan tidak punya beban utang budi pada partai.
Pak Jokowi sudah merasakan beratnya menjalankan pemerintahan, dimana karena dia bukan pemilik partai, maka tidak mudah Pak Jokowi harus berorkestrasi menjalankan kebijakan. Semua kebijakan tidak bisa diputuskan sendiri, demikian juga dalam penempatan orang-orang, semua serba ewuh pakewuh dan harus "direstui" pemilik partai, serta berbagai intervensi membuat Pak Jokowi seperti duduk di kursi Raja namun ada bara di bawahnya.
Mungkin Prabowo-Gibran pasangan tidak sempurna, tapi paling tidak pasangan ini dibutuhkan untuk mendobrak dan meluruskan berbagai hal. Entah kenapa saya yakin mereka hanya akan bekerja untuk rakyat.
Saya hampir dua minggu sekali ke Solo karena kalau saya ke daerah atau balik ke Jakarta pasti lewat Solo atau Yogjakarta. Sesudah ke airport atau sebelum ke airport biasanya saya keliling Solo mencari kuliner dan oleh-oleh. Saya rasa Gibran sebagai wali kota cukup berhasil, Solo kini menjadi kota Pariwisata yang asyik dan bersih, misalnya kalau dulu Anda ke Pasar Gedhe yang terkenal dengan dawet selasih itu, masih bau taek ayam, sekarang sdh lumayan tertata sebagai pasar Pariwisata.
Yang membuat saya yakin meski Gibran masih Bocil akan bisa mengimbangi Pak Prabowo, adalah di saat UMKM Solo hancur pasca pandemi, dia kreatif. Dia ciptakan pasar malam "Malioboro" di Solo, dimana pasar malam ini juga menjadi tempat berkreasi para seniman untuk menjual hasil karyanya. Alhasil banyak UMKM Solo yg hidup lagi saat ini. Semoga kelak bila menjadi Wapres dia bisa menghidupkan kembali UMKM Indonesia yg kini hancur berantakan.
Ke Solo sajalah biar sedikit ada gambaran seperti apa sosok Gibran. Meski sebagai walikota baru 2 tahun sudah banyak kok yg dilakukan. Jadi gambaran saya Pak Prabowo akan berpikir global dan makro ekonomi, sementara Gibran akan berurusan dengan ekonomi mikro seperti ekonomi kreatif, UMKM, petani, nelayan dll. Satu hal lagi, Gibran ini orang yg mau mendengar dan mau berkomunikasi dengan rakyat, dan yg paling penting dia tidak emosionalan. Dia seperti Pak Jokowi meski dimaki dan dibully diam saja dan tertawa saja. Ini klop dengan Pak PS, yg juga tidak Baper.
(fb)