MENDADAK OPOSISI

MENDADAK OPOSISI

Oleh: Erizal

Seperti NasDem dan PKB, akhirnya PDIP beroposisi. Bahkan lebih terang-terangan dan keras. Ganjar yang konon "dilahirkan" Jokowi, mulai menyerang. Penegakan hukum saat ini dikasih nilai 5. Padahal Menkopolhukam dan Menkumhamnya adalah wakilnya.

NasDem dan PKB, termasuk Anies, tak begitu keras beroposisi. Bahkan saat momen-momen penting, seperti mau mendaftarkan Anies dan Muhaimin ke KPU, Surya Paloh, masih terlihat berkomunikasi dengan Jokowi. Entah apa yang dibahas apalagi disepakati? Tak ada yang tahu.

PDIP, jangankan berkomunikasi, menunggu kepulangan Jokowi dari luar negeri pun tidak. Mahfud MD langsung diumumkan sebagai Cawapresnya Ganjar, dan besoknya, langsung didaftarkan ke KPU. Padahal Mahfud MD menterinya Jokowi. Jokowi memang tak dihiraukan. PDIP merasa berjasa besar menjadikan Jokowi Presiden RI.

Padahal, NasDem dan PKB, termasuk Anies, juga bisa merasa begitu. Tapi memang Jokowi kader PDIP, bukan NasDem atau PKB. Sebagai kader, posisinya di bawah. Apalagi ada istilah petugas partai. Posisi Presiden, terlupakan. Ini keliru, sebetulnya. Tapi mau apa lagi. Itu adat.

Selama berada di puncak kekuasaan, tentu Jokowi tahu apa yang akan dilakukan. Termasuk, apa yang akan dilakukan PDIP dan Ganjar. Tapi PDIP dan Ganjar, belum tentu tahu, apa yang sebetulnya akan dilakukan Jokowi. PDIP dan Ganjar harus menghitung ulang atau betul-betul berhati-hati beroposisi terhadap Jokowi, setelah semua ini.

PDIP dan Ganjar tak bisa tiba-tiba saja menjadi simbol oposisi. Apalagi simbol oposisi ekstrim alias bumi hangus. Mengumpulkan pembenci Prabowo untuk menyerang Jokowi, itu mudah. Orangnya itu ke itu saja. Tapi, mengumpulkan pencinta Jokowi untuk menyerang Jokowi dan sekaligus Prabowo, ini sulit. Butuh pra kondisi.

Jangankan mengumpulkan massa rakyat untuk menyerang Jokowi, mengumpulkan elit di atas saja, PDIP terlihat kewalahan. Pernyataan PDIP menjalin komunikasi dengan kubu Anies-Muhaimin untuk menghadang tekanan dari pihak penguasa dan sejenisnya, langsung dibantah.

"Tak usah ngajak-ngajak," kata Ahmad Ali, Waketum NasDem. Bahkan, Muhaimin dan Anies pun ikut membantah. "Kita sudah lama merasakan tekanan dari penguasa," kata Anies. Bahkan, PDIP-lah yang sejak dulu terus-terusan menekan Anies dan NasDem. Bukan yang lain.

Masih lekat dalam ingatan, bagaimana begitu getol PDIP menyuarakan agar NasDem keluar dari kabinet saat mengumumkan pencapresan Anies, karena dianggap sudah beroposisi pada Jokowi. Kini PDIP mau merayu merangkul NasDem.

Wajar, ditolak. Ditolak dari atas dan bawah. Tak ada yang mau bergandengan tangan. Makanya rencana hak angket, apalagi pemakzulan, layu sebelum berkembang. PDIP, termasuk Ganjar, harus mengayuh sendiri sikap oposisinya yang tiba-tiba. Sulit. Di sana-sininya terdapat lubang. Lubang yang bisa saja mengubur Ganjar dan PDIP sendiri.

(*)
Baca juga :