MEMBACA MEGA
Oleh: Joko Intarto
Megawati Soekarnoputri sepertinya sedang marah. Setidak-tidaknya, kecewa berat. Saya mencoba mencernanya dari video rekaman pidato Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu di Youtube Minggu sore.
Secara umum Megawati hanya menanggapi putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah menjatuhkan sanksi berupa pencopotan jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Megawati tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap skandal putusan MK itu. Biasanya Megawati berpidato sambil memegang kertas berisi poin-poin penting. Sesekali ia terlihat membaca kertas itu. Kali ini berbeda. Coba putar ulang videonya dan perhatikan ekspresinya dari awal hingga akhir.
Megawati terlihat sangat serius. Tanpa basa-basi. Tanpa canda. Tanpa senyum. Suaranya berat. To the point. Wajahnya tegang menahan emosi.
Dalam pidatonya, Megawati sempat mengungkit sejarah MK yang dibentuk saat dirinya menjadi presiden. Menghormati amanat perubahan UUD, Megawati sendiri yang mencari dan memutuskan agar kantor MK berada di ‘’ring satu’’ dengan harapan MK bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat.
Sampai di sini, saya menyimpulkan: Megawati menilai kondisi MK sedang tidak baik-baik saja. Khususnya terkait skandal putusan batas minimal usia calon presiden/wakil presiden dalam ‘’perkara nomor 90’’ yang kontroversial itu.
Tidak ada pernyataan eksplisit dari Megawati terkait dampak putusan ‘’perkara nomor 90’’ tersebut. Tetapi publik secara luas tahu: Putusan itulah yang digunakan Gibran Rakabuming Raka sebagai kader PDIP menerima tawaran Prabowo Subianto untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024.
Padahal PDIP telah menetapkan calon presiden dan wakil presiden sendiri: Ganjar Pranowo dan Machfud MD (GoFud). Gibran ‘’membelot’’ dari garis partainya dengan status sebagai juru kampanye nasional PDIP untuk memenangkan pasangan GoFud.
Meski tidak diucapkan, pidato Megawati itu kemungkinan menjadi arah baru dalam menyusun strategi kampanye GoFud selanjutnya. Selama ini, partai koalisi pengusung GoFud mengusung jargon yang sama dengan partai koalisi pengusung Prabowo – Gibran: Sama-sama mengklaim sebagai ‘’penerus program Jokowi’’.
Dengan majunya Gibran mendampingi Prabowo, pasangan GoFud menjadi kurang kredibel pada posisi ‘’penerus program Jokowi’’. Gibran pasti ‘’lebih Jokowi’’ ketimbang GoFud.
Mengambil posisi ‘’petugas rakyat’’ rasanya lebih baik. Dengan mengambil posisi berbeda, masyarakat akan makin mudah memilih. Saya melihat Ganjar sudah memulainya, dengan spanduk ‘’Tuanku ya Rakyat’’ yang kini dicopoti oknum secara paksa itu.(jto)