Demokrasi Ala Oligarki
Oleh: Erizal
Dulu dibikin ambang batas parlemen memang untuk membatasi partai-partai kecil masuk DPR. Ada partai yang anggota DPR-nya hanya satu. Ini dianggap tak efektif. Kini kita baru tahu bahwa efektif tidaknya anggota DPR itu bukan karena faktor jumlah, tapi kualitas anggota itu sendiri.
Untung ambang batas parlemen itu tak berlaku nasional sampai ke tingkat DPRD. Artinya, yang kecil-kecil atau keberagaman itu sendiri, tak hilang. Dan terbukti, tak ada masalah partai-partai kecil di DPRD yang anggotanya hanya satu orang. Tak ada cerita tak efektif. Efektif-efektif saja dan lebih riil.
Keterwakilan masyarakat lebih terjaga. Dibikin ambang batas pencalonan presiden, termasuk kepala daerah, juga begitu. Untuk membatasi jumlah orang yang maju. Agar tak semua orang bisa maju. Pilpres pernah 5 pasang dan sudah dianggap ribet. Pilkada pernah ada 13 pasang.
Demokrasi kita adalah demokrasi pembatasan sesiapa yang bisa dipilih. Ternyata, ini juga tak bagus di kemudian hari. Lu lagi lu lagi. Bahkan, kita heboh dan tak terima dengan masuknya nama Gibran sebagai wakil Prabowo. Padahal, itulah sebetulnya yang kita maui secara sadar.
Coba saja sejak awal tak ada pembatasan² itu. Pasti situasi yang kita hadapi saat ini, tak akan terjadi.
Tapi apakah nanti kita mau membuka lebih banyak peluang partai-partai kecil masuk DPR? dan orang-orang lebih beragam maju sebagai Calon Presiden? Belum tahu juga.
Oligarki lebih suka situasi ini. Lebih mudah untuk mencengkeram.
(*)