ZONASI SEKOLAH & WARALABA
Waralaba atau franchises itu biasanya memiliki standar yang baku sehingga di cabang mana pun, kualitas produk dan layanannya sama. Misalnya restoran Mc Donald, KFC, Hokben, Subway, atau Starbucks, di cabang mana pun di Indonesia kita membeli, maka kualitas, rasa dan pelayanannya ya sama saja.
Nah pemerintah Indonesia juga seolah menganggap bahwa semua sekolah yang ada di Indonesia itu ibarat waralaba tadi, sama dan standar. Mereka memaksa masyarakat untuk berpikir bahwa semua sekolah negeri di Indonesia itu sama kualitas guru dan manajemennya, sama fasilitasnya, sama kualitas pembelajarannya, sehingga masuk ke sekolah negeri mana pun sama saja.
Dari landasan pemikiran tersebut, muncullah kebijakan zonasi. Jadi, karena dianggap semua sekolah negeri sama saja, maka diatur agar tiap siswa bersekolah di tempat terdekat dengan rumah saja. Ibarat mau beli cheeseburger, untuk apa beli di Jalan Sudirman jika di cabang McD dekat rumah pun sama saja. Jadi pemerintah kita ingin rakyatnya berpikir demikan.
Sayangnya rakyat kita ternyata tidak demikian berpikirnya. Mereka masih melihat antara satu sekolah negeri dengan sekolah negeri lainnya masih terdapat banyak perbedaan alias belum standar. Maka terjadilah kekisruhan demi kekisruhan yang rutin terjadi saat PPDB setiap tahunnya.
Jadi yang tepat bagaimana? Standarkan dahulu kualitas semua sekolah, setelah itu baru berlakukan kebijakan zonasi? Atau berlakukan zonasi dengan begitu nanti kualitas sekolah akan perlahan terstandarisasi?
-Ibnu Zaini Atmasan-