Oleh: Erizal
Sebagai Presiden, Jokowi menjaga kenetralan itu bagus. Tapi, sebagai kader partai, Jokowi netral itu suatu kesalahan. Kira-kira begitu kata Romahurmuziy, Ketua MPP PPP. Kata-kata itu paling pas dan sesuai keinginan politik Romi.
Artinya, sebagai kader PDIP, Jokowi harus mendukung Ganjar. Dan sebagai Presiden, Jokowi tak boleh mendukung yang lain alias netral. Artinya lagi, Jokowi mendukung Ganjar, tapi netral. Saran Romi jadi terdengar tak pas.
Awalnya paling pas, tapi akhirnya tak pas. Kenapa bisa begitu? Karena Jokowi bukan Ketum partai. Hanya putugas partai atau kader biasa. Padahal, posisi Jokowi adalah orang nomor satu di Republik ini. Posisinya sulit, serba salah, dan akhirnya menjadi terbelah.
Makin sulit dan terbelah karena Jokowi juga terlihat mendukung Prabowo, bukan hanya Ganjar. Sudah rahasia umum, keinginan Jokowi itu adalah menyatukan Prabowo dan Ganjar. Tapi keinginan itu tak terwujud, karena Jokowi tak Ketum partai, yang tak berkuasa memutus.
Karena itu, apa yang dialami Jokowi saat ini tak pernah dialami SBY dan Megawati pada masanya. Sebab, SBY dan Megawati punya kekuasaan memutus. Apalagi Jokowi punya keinginan agar penerusnya orang yang tepat.
Bukan mustahil apa yang dialami Jokowi saat ini juga dialami Anies atau Ganjar, kalau nanti terpilih. Bahkan, bisa parah. Kecuali, Prabowo terpilih. Sebab Prabowo adalah Ketum partai. Mungkin karena itu Jokowi cenderung kepada Prabowo. Di sini, kepentingan terlalu banyak. Semua harus ditimbang. Tak bisa diabaikan.