Perkuliahan di bawah Taliban
Seorang mahasiswi kedokteran menjelaskan, agar mereka diizinkan berkuliah dan kampusnya tetap dibuka, Taliban memberikan syarat yang sebetulnya mirip dengan aturan pesantren-pesantren di Indonesia.
Yaitu pelajar laki-laki dan perempuan dipisah, sementara mahasiswi diwajibkan berjilbab syar'i ketika berada di ruang terbuka kampus, kebanyakan dari mereka memilih mengenakan burqa. Taliban tidak mewajibkan burqa ya, jangan salah paham.
Mereka lebih memilih burqa karena longgar dan bisa dilepas ketika di kelas.
Burqa yang oleh media Barat selalu dikaitkan dengan ekstrimisme, radikalisme, penindasan perempuan bahkan terorisme, sebenarnya lebih mirip mukenah kalau di Indonesia.
Burqa dan mukenah sama-sama longgar, bisa menutup dari kepala hingga kaki. Ringan, tipis, mudah dilepas pakai dan disimpan. Perbedaannya cuma di desain bagian wajah. Kalau mukenah terbuka, maka burqa tertutup kain renda agar bisa melihat keluar.
Adapun ketika di kelas tertutup, para mahasiswi bebas dalam berjilbab.
Bagi sebagian besar mahasiswi Afghanistan, aturan Taliban tidaklah sulit untuk dilakukan.
Apakah Taliban melarang wanita bersekolah? Jawabannya tidak.
Pemerintahan Imarah Islam hanya ingin menghapus sistem warisan Barat yang dianggap tidak efisien dan tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Untuk menjadi dokter seorang gadis hanya perlu belajar di sekolah agama dan fokus pada sains, lalu kemudian mengikuti tes. Jika lulus tes tersebut, ia akan diterima di lembaga pendidikan di bawah kementerian kesehatan.
Pengetahuan kesenian, kemampuan main gitar, siapa penemu benua Amerika dan Australia, dimana lokasi Guinea dan Papua New Guinea, apa ibukota Zimbabwe, kapan piramida dibangun, negara apa yang berawalan Y dll, sama sekali tidak diperlukan dalam tes.
(Pega Aji Sitama)