PDIP Melunak ke Gibran

JAKARTA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memilih tak memecat Gibran Rakabuming Raka hingga saat ini. Padahal Wali Kota Solo, Jawa Tengah, itu sudah berseberangan sikap dengan partainya dalam pemilihan presiden 2024. Gibran menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, rival Ganjar Pranowo dan Mahfud Md.—pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung oleh PDIP.

“Etikanya, Gibran kirimkan surat pengunduran diri. Kami masih menunggu,” kata Deddy Yevri Hanteru Sitorus, politikus PDIP, Senin, 23 Oktober lalu.

Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira menguatkan pernyataan Deddy. Ia mengatakan saat ini partainya berkonsentrasi kepada pasangan Ganjar-Mahfud serta urusan pemilu anggota legislatif dibanding perkara Gibran. Kamis pekan lalu, koalisi PDIP bersama Partai Persatuan Pembangunan mendaftarkan Ganjar-Mahfud ke Komisi Pemilihan Umum. Jagoan PDIP ini juga didukung dua partai non-parlemen, yaitu Partai Hanura dan Partai Perindo.

“Sekarang masih banyak yang lebih penting berkaitan dengan urusan Ganjar-Mahfud dan urusan pemilu legislatif yang harus ditangani,” kata Andreas, Senin kemarin.

Menurut Andreas, partainya pasti akan bertindak tegas terhadap kader yang mendukung pasangan calon presiden berbeda dari jagoan PDIP. Ia mencontohkan sikap tegas PDIP terhadap Budiman Sudjatmiko, yang dipecat sebagai kader partai banteng moncong putih karena mendukung Prabowo sebagai calon presiden.

Sikap tegas PDIP pernah juga ditunjukkan ketika legislator PDIP, Effendi Simbolon, mengundang Prabowo dalam rapat kerja nasional Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) atau perkumpulan orang-orang Batak bermarga Simbolon di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 7 Juli lalu. Di sini, Effendi memuji Prabowo dan menganggapnya pantas menggantikan Presiden Jokowi. Tiga hari berselang, Dewan Kehormatan DPP PDIP memanggil Effendi. Ia pun diberi peringatan. 

Dewan Kehormatan PDIP juga pernah memanggil Gibran ketika bertemu dengan Prabowo di Solo pada 19 Mei lalu. Setelah pertemuan itu, kelompok pendukung Jokowi-Gibran lantas mendeklarasikan dukungan ke Prabowo. Tiga hari berselang, DPP PDIP memanggil Gibran ke Jakarta.

Namun, ketika Gibran betul-betul menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo, PDIP tak kunjung memanggilnya. Sikap PDIP melunak.
Tempo menanyakan rencana pemanggilan Gibran setelah pasti menjadi cawapres pendamping Prabowo ke Andreas Pareira, tapi legislator PDIP ini hanya menjawab diplomatis. “(Itu) soal teknis,” kata Andreas. 

Ditemui di Balai Kota Solo, Gibran tak bersedia menjelaskan status keanggotaannya di PDIP ke awak media. Ia justru mengungkap pertemuannya dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, Jumat malam pekan lalu. “Saya sudah ketemu Mbak Puan,” kata Gibran, Senin kemarin.

Seorang politikus PDIP mengatakan Gibran berpamitan saat bertemu dengan Puan. Namun Gibran tidak menyatakan mundur sebagai kader PDIP.

Ketika awak media meminta konfirmasi soal ini, Gibran tak bersedia menjawabnya. Ia tetap pada pernyataan sebelumnya yang mengaku sudah bertemu dengan Puan.

Gibran juga menyerahkan ke DPP PDIP mengenai status keanggotaannya di partai banteng moncong putih. “Itu dari pimpinan partai saja yang ber-statement, ya,” ujar Gibran.

Adapun Prabowo berencana menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum Gerindra ini sudah meminta waktu untuk bertemu dengan Megawati, tapi belum direspons. “(Saya) masih menunggu (jawaban),” kata Prabowo, kemarin.

Sikap PDIP terhadap Jokowi

Presiden Jokowi memberi restu kepada Gibran menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo. Namun mantan Gubernur DKI Jakarta ini berdalih dirinya tidak ikut campur dalam urusan pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden karena merupakan kewenangan partai politik. “Ya, orang tua tuh tugasnya mendoakan dan merestui, keputusannya semuanya di dia (Gibran),” kata Jokowi saat menghadiri peringatan Hari Santri di Surabaya, Ahad lalu.

Andreas Hugo Pareira yang dimintai konfirmasi mengatakan partainya belum memikirkan langkah selanjutnya terhadap Jokowi setelah Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo. Ia mengatakan partainya masih memegang pernyataan Jokowi bahwa dirinya sebagai kepala negara tidak akan berpihak dalam pemilihan presiden ini. “Pak Jokowi katanya mendukung semua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden,” kata Andreas.

Direktur Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah mengatakan PDIP memang terlihat lebih lunak terhadap Gibran ataupun Jokowi. Ia menduga langkah lunak PDIP ini sebagai strategi membangun opini publik bahwa partai banteng moncong putih merupakan korban pengkhianatan. 

Di samping itu, kata dia, elektabilitas Prabowo berpeluang tergerus setelah berpasangan dengan Gibran akibat sentimen negatif publik. Misalnya, Gibran diidentikkan sebagai produk politik dinasti, produk instan, hingga dianggap belum layak menjadi memimpin nasional.

“Awalnya Prabowo dianggap sebagai tokoh kuat, tapi dengan datangnya Gibran justru bisa menjungkirbalikan keadaan,” kata Dedi.

Peneliti dari Indikator Politik Indonesia, Kennedy Muslim, juga menduga kuat PDIP masih menahan diri untuk bersikap reaktif. Sebab, sikap tegas PDIP terhadap Gibran berpeluang menimbulkan antipati pendukung Jokowi terhadap partai besutan Megawati itu. Apalagi tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah Jokowi masih tinggi.

“Faktor-faktor itu yang masih dikalkulasi secara cermat oleh PDIP sebelum bereaksi secara keras terhadap ketidakloyalan kader partainya," katanya.

[Sumber: Koran Tempo, Selasa, 24 Oktober 2023]
Baca juga :