POLITIK DINASTI UNTUK GIBRAN
By AZWAR SIREGAR
Menurut saya cukup asyik nih membahas "Politik Dinasti" yang sekarang lagi ramai. Tentu saja kita tidak perlu malu-malu untuk menunjuk ke Gibran. Setelah keputusan MK, dia sangat berpeluang maju ke Pilpres dan menjadi Cawapres Pak Prabowo.
Sejak awal saya secara pribadi tidak mendukung dan juga tidak menolak. Tapi kalau nanti misalnya begitu disahkan, namanya saya pendukung Pak Prabowo, tentu akan saya dukung dan perjuangkan habis-habisan.
Sama saja saya kira dengan Pendukung Anies yang dulu membully Cak Imin dengan Kardus Durian, sekarang pastinya akan mendukung dengan berbagai macam dalih pembelaan.
Begitu juga pendukung Mas Ganjar dan Pak Mahfud. Sekalipun ngga sepakat dengan hobby Bokepnya Mas Uban, atau dulu membully kata-kata "mengnyengsengnyarakan-nya" Pak Mahfud, sekarang pasti pura-pura lupa. Bila perlu pura-pura gila.
Sudahlah. Ini semua kan cuma bagian dari Sandiwara dan Permainan Politik. Tidak perlu terlalu baper dan dimasukkan dalam jiwa. Ntar kalah, benar-benar Sakit Jiwa.
Jadi peluang Gibran menurut saya bisa dikatakan 100%. Emangnya putusan MK, dibuat untuk siapa?
Terserah kalau mau mengatakan Politik Dinasti. Lah, emangnya baru tahu kalau sistem Politik kita ngga bisa lepas dari "dinasti?"
Mosok baru tahu kalau puluhan tahun Bu Mega misalnya "menjual" kebesaran nama Bung Karno. Tanpa Bung Karno, apa yakin Bu Mega bakal punya massa besar?
Terus apa baru nyadar kalau Mbak Puan bisa jadi Ketua DPR darimana? Kalau tidak ada embel-embel Keluarga Bung Karno dan bukan anaknya Bu Mega, apa iya kemampuan mematikan Mikropon bisa jadi Ketua DPR RI?
Anies sendiri mau tidak mau selalu dikaitkan dengan nama besar kakeknya, AR Baswedan. Beliau Pahlawan Nasional. Tanpa nama besar AR Baswedan, bisa saja Anies akan berakhir jadi Penjual Minyak Wangi di Tanah Abang.
Sama dengan Pak Prabowo. Beliau menyandang nama besar Djojohadikoesoemo. Ayahnya Prof Soemitro adalah Begawan Ekonomi terkemuka kita. Sementara Kakek beliau adalah Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo adalah pendiri Bank BNI.
Tanpa nama Djojohadikoesoemo, belum tentu Pak Prabowo bisa jadi menantu Pak Harto. Tanpa nama Djohohadikoesoemo, bisa saja dulu Pak Prabowo berakhir jadi Penjual Tempe Bongkrek di alun-alun Banyumas.
Sudah lihat Prananda Paloh anaknya Pak Bewok? Saya ngakak bolak-balik lihat anak itu berpidato. Tapi dia anak Surya Paloh. Bagaimanapun kelak akan mewarisi Partai Nasdem. Lu pikir, Anies bakal bisa jadi Ketua Nasdem? Ngimpi!
Jadi sudahlah. Politik Dinasti adalah bagian dari kewajaran yang coba kita nafikan. Jangankan di Indonesia, Amerika juga pernah punya Presiden Bush Senior dan Bush Junior.
Paling sederhana, kalau memang menolak "Dinasti" ya jangan dipilih.
Tapi masalahnya Mas Gibran ini juga punya pendukung Fanatik. Bahkan sangat banyak. Khususnya di kelompok milenial. Jadi kemungkinan yang takut alasan sebenarnya bukan karena sok mau bela Konstitusi. Tapi karena khawatir jagoannya di Pilpres akan kalah. Sesederhana ini aja kan?
Kalau alasannya karena Konstitusi, ayuk sekalian kita bikin aturan Capres bergiliran antar Provinsi. Kalau ngga, sampai zerapah nanti bakal berleher pendek, selamanya Presiden akan tetap orang Jawa!
Piye, saya juga kepengen jadi Presiden kok. Minimal ada yang bermarga Siregar Asli lah. SBY Siregar, Jokowi Siregar dan nanti Prabowo Siregar, semuanya Siregar KW. Tapi masih lumayanlah ketimbang Denny Siregar yang cuma bisa jadi aib itu....
(fb)