Oleh: Saief Alemdar
Ini merupakan kali kedua Israel melakukan panggilan SOS (darurat) kepada Amerika sejak Israel berdiri di atas tanah rakyat Palestina tahun 1948. SOS pertama dilakukan pada tahun 1973 dan kedua tahun 2023. Dan saat ini Kapal Induk AS, USS Gerald Ford otw ke Laut Tengah.
Perbedaannya, SOS tahun 1973 dilakukan ketika Israel diserang oleh tentara reguler Suriah dan Mesir, sementara SOS kedua dilakukan ketika mereka menghadapi perlawanan kelompok resistensi Hamas dengan kemampuan yang sangat terbatas di Jalur Gaza yang kecil dan terkepung, dibandingkan dengan Israel.
Gaza pada tahun 1987 saat “Intifada Pertama,” ketika batu dan ketapel adalah satu-satunya cara untuk menghadapi tentara Israel sudah jauh berbeda dengan Gaza hari ini saat mereka melancarkan operasi militer “Al-Aqsa Flood," di mana, pelatihan, perencanaan, penyusunan taktik militer, dan kemampuan untuk menyerang sudah cukup profesional.
Bagi rakyat Palestina, operasi militer (opmil) Al-Aqsa Flood menjadi bukti bahwa tanah itu bukan tanah tak bertuan, dan hak untuk merebut kembali tanah itu tetap tidak akan lekang dimakan waktu.
Operasi militer Al-Aqsa Flood 2023 berbeda dengan opmil-opmil sebelumnya, sebagai perbandingan:
a. Opmil Al Furqan 2008, berlangsung 21 hari, jumlah korban di Gaza 1436 orang, di Israel hanya 13 orang.
b. Opmil Hijarat Sijjil 2012, berlangsung 8 hari, jumlah korban di Gaza 162 orang, di Israel 6 orang.
c. Opmil Al Asful Ma’kul 2014, berlangsung 51 hari, korban di Gaza 2322 orang, di Israel 68 orang.
d. Opmil Saiful Quds 2021, berlangsung 11 hari, korban di Gaza 234 orang, di Israel 12 orang.
e. Opmil Al-Aqsa Flood 2023, baru berlangsung 7 hari, sampai hari ketujuh korban di Gaza 1900 orang, di Israel 1300 orang. Jumlah di kedua pihak akan terus bertambah dalam beberapa jam kedepan.
Saat ini Israel sedang memobilisasi pasukan pasukan dan tank-tank menuju ke Jalur Gaza, dan tampaknya pasukan itu akan “menyisir” masuk ke Gaza. Namun banyak pengamat menilai sulit bagi Israel untuk menempatkan pasukannya di posisi dekat Jalur Gaza, karena tidak jelas senjata apa yang disiapkan oleh kelompok Palestina untuk menyambut tentara Israel.
Sejauh ini, hanya 3 pernyataan yang cukup masuk akal untuk mengatasi konflik ini, pernyataan Presiden Vladimir Putin, Presiden Kim Jong-un dan Pangeran Muhammad bin Salman. Menurut mereka, konflik yang terjadi saat ini adalah “aksi dan reaksi”, satu-satunya solusi adalah menerapkan two-state solution. Mendirikan negara Palestina yang berdaulat, dan Israel pun akan diakui sebagai negara “halal” di tengah negara-negara Arab.
Solusi two-state solution dinilai dapat menjadi win-win solution bagi berbagai masalah di kawasan, termasuk masalah antara Israel dan Suriah, dimana Dataran Tinggi Golan milik Suriah masih diduduki oleh Israel.
Hal menarik lainnya yang terjadi di tengah eskalasi militer antara Israel dengan Hamas cs, adalah informasi yang disampaikan ISRAEL RADAR - Israel News & Geopolitical Intelligence menyatakan bahwa IDF melalui Perancis telah menyampaikan pesan kepada Hizbullah Lebanon bahwa apabila Hizbullah melakukan intervensi dalam eskalasi yang sedang terjadi antara Hamas dan Israel, maka Israel akan menyerang Damaskus dan membunuh Presiden Bashar Al Assad.
Apabila informasi itu benar dan tampaknya itu benar, maka Israel sudah memprediksikan kemungkinan terbukanya beberapa front selain front Gaza, yaitu front Utara di Lebanon Selatan dan Timur Laut di Golan. Kenapa kita berasumsi bahwa besar kemungkinan info itu benar, hal itu diperkuat oleh berita yang dilansir oleh Axios yang mengutip sumber diplomatik Emirat bahwa Emirat telah meminta kepada Suriah untuk tidak cawe cawe dalam perang Hamas-Israel dan agar tidak mengizinkan adanya serangan terhadap Israel oleh siapapun dari wilayah Suriah.
Satu lagi, Presiden Emirat juga telah menelpon Presiden Suriah pada tanggal 8 Oktober 2023, dan tidak ada yang tau mereka berdua membahas apa, yang dipublikasi hanya kedua presiden itu membahas konstelasi eskalasi yang sedang terjadi di Palestina.
Yang pasti, tidak ada negara di kawasan yang siap dan berkepentingan eskalasi antara Hamas dan Israel meluas, biarlah apa yang terjadi di Gaza hanya terjadi di Gaza. Adapun wanita, anak-anak, dan orangtua yang meninggal, mereka adalah milik Allah dan pasti akan kembali kepada-Nya…mungkin begitu kira-kira yang dipikirkan para Raja dan Kepala Negara.
Jadi teringat sama perkataan mantan PM Israel, Ehud Barak, "Sepanjang sejarah Yahudi, belum pernah berdiri negara Yahudi lebih dari 8 dekade, kecuali 2 kali. Namun kedua kali itupun kehancurannya mulai terlihat pada dekade ke delepan. Negara Yahudi sekarang pun sudah memasuki dekade ke delapan, aku khawatir akan terkena laknat 8 dekade....".
*8 dekade Israel kalau genap 1948 - 2028