Imam Syafii, Mujtahid Besar Kelahiran Gaza Palestina

Imam Syafii, Mujtahid Besar Kelahiran Gaza Palestina

Imam Syafi'i merupakan salah satu pakar fikih yang paling terkemuka dalam sejarah peradaban Islam. Bersama dengan Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hambali, dia termasuk empat imam besar mazhab fikih. Umat Islam di Asia Tenggara banyak yang melaksanakan mazhab Imam Syafi'i.

Menurut para sejarawan, ahli nasab, dan pakar hadis, Imam Syafi'i masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah SAW. Secara khusus, Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka.

Ulama legendaris ini bernama lengkap Muhammad bin Idris bin al-`Abbas bin `Utsman bin Syafi` bin as-Saib bin `Ubayd bin `Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin `Abdu Manaf bin Qushay. Jika diurut, secara nasab sang imam bertemu dengan nasab Rasulullah SAW dari Abdu Manaf bin Qushay.

Ayahnya Imam Syafi'i bernama Idris. Pria itu merupakan seorang miskin yang berasal dari daerah Tibalah--daerah Tihamah dekat Yaman. Imam Syafi'i lahir pada 150 H/ 767 M. Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun sebagian lain berpendapat dia lahir di Asqalan (Ashkelon)--sebuah kota tak jauh dari Gaza. Sebetulnya dulu Gaza dan Asqalan satu distrik, sehingga ada yang menyebut Gaza-Asqalan.

Para sejarawan juga mencatat, kelahiran Imam Syafi'i hampir bersamaan dengan wafatnya seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah. Keduanya sama-sama ulama besar yang populer dan sangat berjasa bagi pengembangan agama Allah SWT.

Saat masih kecil, Imam Syafi'i sudah menjadi anak yatim. Ketika berusia dua tahun, sang ibu membawanya ke Makkah, tanah air nenek moyang. Sejak kecil, Imam Syafi'i sudah menunjukkan kecerdasannya. 

Imam Syafi'i adalah ulama yang tak pernah berhenti belajar. Ia rela melanglang buana mencari ilmu agama ke berbagai kota penting di dunia Islam. Kota Makkah menjadi kota pertama tempat menimba ilmu sang imam. 

Ketertarikannya dalam bidang fikih membuatnya memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Di kota tujuan hijrah Rasulullah SAW itu, Imam Syafi'i berguru kepada Imam Malik bin Anas.

Ia berhasil menghafal Kitab Muwattha' dari Imam malik hanya sembilan malam. Imam Syafi'i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl, dan pamannya Muhamad bin Syafi'. Kecerdasan Imam Syafi'i membuat Imam Malik begitu mengaguminya.

Setelah berguru di Madinah, Imam Syafi'i pun hijrah ke Yaman--tanah leluhur dari sang ibu. Ia sempat bekerja di kota ini. Ia mendatangi sederet ulama yang ada di kota Yaman.

Dari Yaman, ia melanjutkan pencarian dan penyebaran ilmunya ke kota Baghdad, Irak. Di metropolis intelektual dunia itu, ia belajar ilmu fikih dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fikih di Irak. Selain itu, ia sempat berguru dari Isma'il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Imam Syafi'i bertemu dengan Imam Ahmad bin Hanbal di Makkah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi'i menimba ilmu fikih, ushul mazhab, serta penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi'i menulis mazhab lamanya, yang kerap disebut qaul qadim. Kemudian, ia berpindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan mazhab baru (qaul jadid).

Syekh Dr Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi dalam bukunya, Al-Imam al-Syafi’i fi Mazhabihi al-Qadim wa al-Jadid, menjelaskan, adanya qaul qadim dan qaul jadid menandakan dua periode perjalanan keilmuan Imam Syafii.

Qaul qadim atau pendapat lama Imam Syafii disarikan dalam kitab Al-Hujjah. Perawi karya tersebut, antara lain, ialah Imam Hambali dan Abu Tsaur. Fatwa-fatwa yang tergolong qaul qadim diberikan ketika dirinya masih menetap di Baghdad, Irak.

Sementara itu, qaul jadid atau pendapat baru Imam Syafii termaktub dalam Al-Umm karyanya. Kitab tersebut diriwayatkan sejumlah muridnya, seperti al-Muzanni atau al-Buwaithi. Berbeda dengan qaul qadim, fatwa-fatwa yang termasuk periode-baru ini disampaikan kala dirinya mengajar di Mesir.

Imam Asy-Syāfiʿī meninggal pada usia 54 tahun pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H (20 Januari 820 M), di Fustat, Mesir, dan dimakamkan di kubah Bani Abdul Hakam. Salahuddin al-Ayyubi membangun madrasah di lokasi makam Asy-Syafi'i. 

Baca juga :