Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri akhirnya diperiksa penyidik Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli menjalani pemeriksaan sekitar 10 jam.
Polisi memeriksa Firli di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri pada Selasa, 24 Oktober 2023. Pemeriksaan ini sempat tertunda karena seharusnya Firli diperiksa pada Jumat pekan lalu.
Firli kemarin tiba di Bareskrim Polri sekitar pukul 09.40 WIB. Ia diperiksa di lantai 6 ruang pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri hingga pukul 19.30 WIB. Selama pemeriksaan, Firli didampingi Biro Hukum KPK.
Firli sulit ditemui wartawan usai pemeriksaan. Semua kendaraan yang awalnya mengantarkan Firli juga sudah pergi.
Sejumlah pegawai KPK juga tampak ikut meninggalkan Bareskrim Polri. Salah satunya Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi sekaligus Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Asep Guntur Rahayu.
Meski pihak yang memproses kasus ini adalah Polda Metro Jaya, namun pemeriksaan terhadap Firli dilakukan di kantor Bareskrim, Markas Besar Polri. Soal pemilihan tempat ini, Firli sendiri yang meminta. Hal ini dijelaskan Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.
Jerat Pasal Berlapis Membidik Firli Bahuri
Tim penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri menyiapkan pasal berlapis untuk menjerat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Polisi menerapkan pasal tersebut, salah satunya, berdasarkan temuan foto pertemuan antara Firli dan Syahrul Yasin Limpo—saat itu menjabat Menteri Pertanian—di Gelanggang Olah Raga Bulu Tangkis Tangki di kawasan Mangga Besar, Jakarta.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan foto yang beredar seputar pertemuan tersebut direkomendasikan dalam gelar perkara. ”Tim penyidik mendalami lebih lanjut di tahap penyidikan dengan adanya temuan dokumen foto tersebut," ujar Ade di Polda Metro Jaya, Sabtu, 7 Oktober lalu.
(Foto: Pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di GOR bulu tangkis di kawasan Mangga Besar, Jakarta, 2 Maret 2022)
Tim penyidik menerapkan sejumlah pasal dalam kasus Firli, yakni Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf (b), dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal tersebut berisikan tindak pidana pemerasan serta penerimaan hadiah atau janji oleh pejabat negara.
Belakangan, tim penyidik mengembangkan kasus Firli dengan pasal lainnya, yakni Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal ini menegaskan larangan komisioner KPK bertemu dengan pihak beperkara atau pihak yang kasusnya sedang ditangani KPK.
Firli dilaporkan Syahrul Limpo dengan tuduhan pemerasan ke Polda Metro pada Agustus lalu. Firli diduga memeras dan menerima suap dari Syahrul untuk meredam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian yang tengah diselisik KPK. Cerita detail pemerasan itu muncul dari surat pengakuan anak buah Syahrul, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta.
Dalam laporan ke polisi, Hatta mengklaim pernah diminta Syahrul menyiapkan uang miliaran rupiah untuk diserahkan kepada Firli. Penyerahan uang tersebut berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama pada akhir Juni 2022. Lalu, pada Oktober 2022, Hatta diminta menitipkan upeti Firli di rumah seorang komisaris besar di kawasan Kebayoran Baru. Terakhir pada Desember 2022.
Jalannya Pemeriksaan
Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik menanyakan foto pertemuan yang viral beredar di media sosial. Kepada penyidik, Ade menuturkan, Firli membenarkan pertemuannya dengan Syahrul tersebut. “(Firli) membenarkan. Kejadiannya sekitar Maret 2022," ujar Ade di Bareskrim Polri, Selasa, 24 Oktober 2023.
Ade tidak merinci lebih lanjut karena foto pertemuan itu dinilai sebagai materi penyidikan. “Materi penyidikan belum bisa dipaparkan. Tapi yang jelas pertemuan itu diakui.” Dia mengatakan status Firli masih sebagai saksi. Tim penyidik gabungan bakal membahas hasil pemeriksaan untuk menentukan cukup-tidaknya pemeriksaan Firli atau akan diperiksa kembali. Ade juga tidak menyebutkan apakah gelar perkara akan dilakukan kembali dari hasil pemeriksaan Firli.
Ade juga tidak menyebutkan pasal yang tepat yang akan digunakan tim penyidik untuk menjerat Firli. Menurut dia, hal tersebut masih dianggap materi penyidikan. Ia enggan menyebutkan jumlah uang yang diduga diminta Firli dari Syahrul. "Kami belum bisa ungkap sekarang. Tapi, yang jelas, tim penyidik gabungan tengah berproses dalam penyidikan," ujarnya.
Dalam pengungkapan kasus ini, ujar Ade, staf KPK telah menyerahkan dokumen ataupun surat di KPK yang diminta penyidik Polda Metro dan Bareskrim Polri. Dokumen yang telah disita tim penyidik dan dijadikan barang bukti diserahkan ke lantai 21 Gedung Promoter Polda Metro Jaya pada Senin, 23 Oktober lalu. "Total sudah 54 saksi yang diperiksa tim penyidik gabungan," ujar Ade seusai pemeriksaan Firli.
Mantan Komisioner KPK Diperiksa sebagai Ahli
Dalam pengusutan kasus ini, tim penyidik meminta keterangan dua mantan komisioner KPK, M. Jasin dan Saut Situmorang. Tim penyidik menggali keterangan mereka sebagai ahli perihal foto pertemuan antara Firli dan Syahrul di GOR Bulu Tangkis di kawasan Mangga Besar.
Jasin mengungkapkan tim penyidik menggali keterangan darinya sehubungan dengan Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang KPK. Meski begitu, Jasin menilai tim penyidik memiliki cukup bukti untuk menjerat Firli dengan pasal berlapis melalui Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Jasin, Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dinilai sudah tepat diterapkan karena disebut ada peristiwa pidananya. “Pasal itu sudah confirmed karena ada yang menyerahkan uang," ujar Jasin kepada Tempo, kemarin.
Saut mengatakan hal serupa. Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 ini mengatakan pasal yang disasar penyidik berdasarkan keterangannya adalah Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang KPK. Menurut dia, pengakuan Firli yang membenarkan ada pertemuan dengan Syahrul saat diperiksa di Bareskrim kemarin cukup menguatkan alat bukti yang sudah ada di penyidik.
Firli, menurut Saut, sudah mengakui adanya pertemuan dengan Syahrul pada 2022. “Jadi, penyidik tampaknya sedang menyusun strategi saja," ujarnya. Saut menilai Pasal 36 dan 65 Undang-Undang KPK lebih mudah menjerat Firli daripada Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B. Sebab, menurut dia, tim penyidik mesti mencari alat bukti berupa uang yang diduga diserahkan ke Firli. “Kalau uangnya tiga kali diserahkan, lalu di mana uangnya sekarang?" ujarnya.
(Sumber: Koran Tempo)