Sajak Tidak Bisa Dibeli
Para pendatang, mereka membeli tanah2.
Tuan rumah takjub melihat tawaran harganya.
Maka mereka berbondong2 menjualnya.
10, 20 tahun berlalu.
Uang yang dia sangka banyak itu habis
Dia kehilangan tanahnya.
Tinggal jadi penonton
Para pendatang, mereka datang jual gorengan
Untuk membeli tanah2
Tuan rumah, mereka jual tanah2 mereka
Untuk rebutan membeli gorengan
Kemudian tersingkirkan.
Kehilangan tanah tempat dia lahir
Apalagi saat yg datang lebih hebat lagi
Membangun pabrik2 besar
Membangun proyek2 megah
Membangun komplek2 mahal
Membawa tawaran2 'mahal'
Tuan rumah langsung terkekeh mau
Sukarela bergegas menjual tanahnya
10, 20 tahun berlalu
Uang yg dia sangka banyak itu habis
Dia kehilangan tanahnya
Anak cucunya hanya jadi buruh2 rendah pabrik tsb.
Generasi berikutnya cuma jadi satpam, babu di komplek tsb
Tinggal di tempat sempit dan gaji rendah
Inilah sajak tidak bisa dibeli
My friend, hari ini kamu punya tanah di pusat kota
Hari ini kamu punya tanah bersama tetangga2mu
Hanya gara2 kamu ngences lihat duitnya
Besok2 kamu tersingkirkan semakin jauh kemana2
Dan bukan soal uangnya yang jadi masalah
Melainkan,
Hei, itu tempat lahirmu, bukan?
Tempat ayah, ibu, kakek, nenekmu dulu tinggal
Tempat makam leluhurmu
Tempat semua tradisi, budaya milik keluargamu
Itulah yang tidak bisa dibeli
Tapi, terserahlah
Silahkan ngences deh lihat duitnya
Toh, hidupmu juga tidak penting2 amat ini
Besok2 akan dilupakan
Dihapus total dari peta dunia.
Tidak pernah membekas di catatan sejarah manapun
Lah, catatan sejarah nenek moyangmu pun kamu jual begitu
Hanya demi uang yg sebenarnya akan habis juga
*Tere Liye