Target penumpang kereta cepat Jakarta-Bandung turun hingga tinggal sepertiga dari asumsi awal. Proyeksi pendapatan ikut anjlok

Memangkas Target Penumpang di Awal Operasi

  • Target penumpang kereta cepat Jakarta-Bandung turun hingga tinggal sepertiga dari asumsi awal. Proyeksi pendapatan ikut anjlok
  • KCIC mengusulkan penurunan asumsi penumpang harian kereta cepat pada tahap awal operasi. Pemasukan dari tiket bakal merosot.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memangkas target penumpang harian kereta cepat Jakarta-Bandung pada awal masa operasi. Sumber Tempo yang mengetahui seluk-beluk kereta cepat mengatakan, perseroan mengusulkan perubahan asumsi penumpang harian 2023, dari target awal sekitar 31 ribu penumpang per hari menjadi 10 ribu penumpang per hari.

Dimintai konfirmasi mengenai adanya rencana pemangkasan target penumpang harian tersebut, Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi tidak membantah. Menurut dia, perseroan terus mengevaluasi target penumpang dari empat stasiun yang akan dioperasikan. "Kami akan melakukan evaluasi terus dengan kondisi yang seriil mungkin dan yang kita hadapi sekarang," kata Dwiyana kepada awak media di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur, kemarin, 6 September 2023.

Apabila terealisasi, ini merupakan kedua kalinya KCIC merevisi target penumpang harian kereta berkecepatan maksimal 350 kilometer per jam itu. Dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir Desember 2022, Dwiyana sempat menyampaikan bahwa target penumpang harian sebesar sekitar 30 ribu penumpang, turun dari semula 60 ribu penumpang per hari.

Kondisi itu menjadi salah satu alasan perseroan mengajukan perpanjangan konsesi kereta cepat Jakarta Bandung dari 50 tahun menjadi 80 tahun. Dalam rapat tersebut, ia menjelaskan bahwa usul perpanjangan masa konsesi dilakukan sejalan dengan adanya revisi proyeksi jumlah penumpang harian sepur kilat. Pasalnya, studi kelayakan awal yang dilakukan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung memperkirakan kereta cepat akan digunakan 60 ribu penumpang setiap hari.

KCIC lantas menggelar kembali studi proyeksi permintaan dengan menggandeng Pusat Pengujian, Pengukuran, Pelatihan, Observasi, dan Layanan Rekayasa Universitas Indonesia alias Polar UI, yang laporannya terbit pada 2021. Data dari riset tersebut menunjukkan adanya penurunan proyeksi penumpang dari 60 ribu ke kisaran 30 ribu penumpang per hari karena beberapa faktor, antara lain dampak Covid-19 terhadap mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kini, estimasi jumlah penumpang harian kereta cepat kembali berubah. Sumber Tempo mengungkapkan, KCIC mengubah proyeksi penumpang pada akhir Agustus lalu dengan mempertimbangkan kondisi terbaru akses menuju stasiun, konektivitas operasional, sistem informasi dan tiket, hingga perspektif penumpang dan pemangku kepentingan.
 
Perubahan target penumpang harian itu pun sejalan dengan pola operasi kereta cepat pada periode awal nanti. Bakal beroperasi komersial mulai Oktober 2023, KCJB direncanakan menyediakan 28 perjalanan per hari hingga November mendatang. Setelah itu, jumlah perjalanan akan meningkat menjadi 40 perjalanan per hari pada Desember 2023 dan 68 perjalanan per hari pada Januari 2024.

Angka perjalanan pada Januari 2024 tersebut adalah jumlah yang sesuai dengan target perseroan sebelumnya. Jumlah 68 perjalanan per hari itu sesuai dengan estimasi dalam studi proyeksi permintaan yang dilakukan oleh Polar UI.

Berburu Penerimaan di Luar Tiket

Turunnya target penumpang tersebut, ucap dia, menyebabkan proyeksi penerimaan perusahaan dari penjualan tiket merosot sekitar 93 persen, dari target awal US$ 68 juta menjadi US$ 4,4 juta. Sebaliknya, penerimaan di luar tiket dibidik naik sekitar 260 persen, dari US$ 686 ribu menjadi US$ 2,5 juta. Kenaikan penerimaan di luar tiket rencananya disumbang dari penyewaan ruang di stasiun kepada pihak ketiga.

Padahal, di sisi lain, beberapa biaya operasi kereta cepat diperkirakan meningkat, seperti biaya personel, perawatan, GSM-R, asuransi, overhead, hingga biaya konsorsium operasi dan perawatan. Walau demikian, ada penurunan biaya pada listrik, biaya lain-lain, dan DSRA (debt service reserve account) alias rekening pencadangan.

Tempo telah berupaya meminta konfirmasi ihwal implikasi pemangkasan target penumpang ini terhadap arus kas perseroan kepada Sekretaris Perusahaan KCIC Eva Chairunisa. Namun, hingga laporan ini ditulis, pertanyaan Tempo tak kunjung dijawab.

Ketua Komisi Transportasi DPR, Lasarus, mengatakan, sampai saat ini DPR masih belum mendapatkan penjelasan utuh terbaru dari pemerintah mengenai rencana dan kesiapan operasi kereta cepat Jakarta-Bandung. Namun, ia mengatakan, pemerintah dan KCIC harus mematok target penumpang yang realistis.

"Nanti kami akan panggil Menteri Perhubungan dan KCIC untuk mengetahui kesiapan operasi kereta cepat Jakarta-Bandung," ujar Lasarus.

Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menilai estimasi 31 ribu penumpang per hari sejak awal memang terlalu tinggi. Musababnya, kereta api Argo Parahyangan saja saat ini jumlah penumpang rata-ratanya hanya sekitar 12 ribu orang per hari. KCIC, menurut dia, harus menghitung kembali dampak penurunan estimasi jumlah penumpang terhadap penerimaan perseroan dan keberlangsungan operasi.

"KCIC tentu mesti berupaya keras untuk menjamin keberlangsungan operasi melalui non-farebox, terlebih jika memang tidak ada ruang untuk subsidi," kata dia.

Berpendapat senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga mengatakan bahwa asumsi penurunan tingkat okupansi kereta cepat pasti akan berdampak terhadap arus kas dan waktu pengembalian modal. Untuk mengkompensasi potensi penumpang yang berkurang, pendapatan non-tiket harus naik, misalnya lewat pengembangan properti di sekitar stasiun, bisnis periklanan, dan sewa tempat.

"Ini tentu tidak mudah karena pengembangan kawasan properti butuh waktu juga," kata Bhima. 

Ia mengatakan, pemerintah mesti mengkaji kondisi saat ini secara mendalam supaya tidak muncul kesan bahwa target penumpang yang lebih rendah menjadi pembenaran untuk mengucurkan subsidi tarif. Menurut dia, kondisi kereta cepat tidak boleh membebani PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium Indonesia di KCIC.

"Ini repotnya kalau APBN yang harus menanggung tambahan utang sekaligus biaya operasional dan perawatan KCIC."

[Sumber: Koran Tempo, Kamis, 7 September 2023]

Baca juga :