Sidang Qisas di Afghanistan (Taliban), Keadilan Syariat dan Tuduhan Barat

Sidang Qisas di Afghanistan

Seorang terpidana kasus pembunuhan divonis mati oleh pengadilan Imarah Islam. Bukti dan saksi sudah meyakinkan. Bahkan pelaku pun mengakui telah membunuh korban dengan motif balas dendam. Kabarnya korban berselingkuh dengan menantunya.

Karena melakukan aksi main hakim sendiri yaitu membunuh orang berdasar rumor, pelaku yang berumur 75 tahun dikenai pasal qisas.

Qisas bukan akhir segalanya. Pelaku tak serta merta langsung dieksekusi mati. Dalam peradilan syariat, nasib pelaku berada di tangan ahli waris korban.

Pengampunan adalah hak keluarga korban, bukan pemerintah atau negara.

Pengesahan pengampunan dilakukan dalam persidangan. Pihak pelaku harus bisa membuktikan bahwa keluarga korban telah memberikan pengampunan dan kedua belah pihak berdamai dengan kesepakatan tertentu sesuai syari'at Islam.

Keluarga si kakek (pelaku) mengklaim telah mencapai kesepakatan perdamaian dengan keluarga korban.

Seorang hakim Imarah yang telah bekerja 10 tahun di pengadilan syariat mengakui tak pernah sekalipun memvonis hukuman rajam dan potong tangan, disebabkan oleh tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Ia juga cuma memvonis hukuman qisas 2x.

Dalam Islam, rajam tak bisa diterapkan jika tak ada 4 saksi kredibel. Begitupun pencuri, tak serta merta akan dipotong tangannya. Mencuri karena lapar, mencuri di bawah nishab (batas nominal tertentu), mencuri barang atau haknya sendiri yang masih sengketa, tidak kena hukuman potong tangan.

Pengadilan digelar cepat dan sederhana. Anda tidak akan menemukan berkas-berkas dengan tebal ribuan lembar memakai bahasa yang sulit dipahami, atau protokol sidang berbelit-belit. Pembahasan selalu dilakukan langsung pada intinya.

Meski kerap diframing media Barat bahwa pengadilan syariat di Afghanistan itu kuno, brutal, tidak kredibel, tidak sesuai kaidah standar hukum modern dan sebagainya, namun masyarakat lokal memandangnya sangat positif.

Bukan sekedar perintah agama mereka, namun karena keadilan dan kemudahan yang dirasakan.

Untuk perkara-perkara sengketa warisan dan kepemilikan tanah, bisa selesai dalam 1 bulan. Sementara untuk masalah konflik rumah tangga atau ribut antar tetangga bisa tuntas dalam hitungan jam.

(Pega Aji Sitama)

Baca juga :