Rekomendasi Munas-Konbes NU 2023: Penyebutan Kafir Kurang Tepat

[PORTAL-ISLAM.ID] Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas dan Konbes NU) 2023 akan digelar di Pondok Pesantren Al Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur pada Senin hingga Rabu (18-20 September 2023). Forum akbar para ulama NU ini akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama merupakan forum tertinggi setelah Muktamar dalam organisasi Nahdlatul Ulama

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2023 akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi penting. Salah satu di antaranya soal penyebutan kafir yang dinilai kurang tepat.

Rumusan-rumusan terkait rekomendasi itu disampaikan Koordinator Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2023 Ulil Abshar Abdalla dalam agenda Pra-Munas dan Konbes NU 2023 di Hotel Acacia Jakarta, pada Selasa (12/9/2023) lalu.

Penyebutan kafir, kata Ulil, tidak tepat karena merujuk pada konsep negara-bangsa yang tidak ada lagi penyebutan kafir melainkan dipandang setara sebagai warga negara. Hal ini juga merujuk pada keputusan Munas-Konbes NU di Banjar, Jawa Barat.

Rekomendasi Eksternal

Ulil mengatakan, rekomendasi yang bersifat eksternal ini akan dipublikasikan secara masif melalui media massa. Pada rekomendasi eksternal ini terdapat tiga poin penting yang menjadi rumusan.

Pertama, soal ke-NU-an serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, isu-isu domestik atau persoalan di dalam negeri. Ketiga, berkaitan dengan masalah-masalah global.

Terkait isu yang pertama, lanjut Ulil, merupakan konsep yang sengaja dibuat secara spesifik untuk memberikan panduan kepada warga NU menghadapi pemilihan umum (pemilu), baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).

Berbagai rumusan untuk memutuskan rekomendasi mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara itu dibagi menjadi tiga hal. Pertama, NU akan senantiasa menggunakan politik tingkat tinggi yang dilandasi nilai-nilai dan bukan hasrat kepentingan sementara.

Kedua, hubungan antara ulama dengan umara yang persoalannya akan dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu’iyah pada Munas Alim Ulama. “(Rekomendasi terkait relasi ulama-umara) ini sifatnya menguatkan untuk komunikasi ke luar,” ucap Ulil.

Ketiga, kontekstualisasi tradisi. Dalam hal ini, kitab kuning yang diharapkan bisa lebih responsif terhadap masalah-masalah kekinian, misalnya soal konsep negara-bangsa yang tidak ada lagi penyebutan kafir melainkan dipandang setara sebagai warga negara. Hal ini merujuk pada keputusan Munas-Konbes NU di Banjar, Jawa Barat.

“Sebutan kafir kurang tepat lagi. Ini kaitan dengan kehidupan berpolitik,” jelas Ulil, salah satu ketua PBNU itu dikutip NU Online, Kamis (14/9/2023).

Kemudian, rekomendasi yang bersifat eksternal ini juga dirumuskan dengan melihat berbagai permasalahan nasional di dalam negeri. Ulil menyebutkan sejumlah isu yang menjadi landasan untuk memutuskan rekomendasi.

Salah satu yang disorot adalah soal perampasan tanah rakyat oleh negara yang tengah menjadi masalah di Rempang, Pulau Batam, Kepulauan Riau. Panduan untuk memutuskan rekomendasi terkait perampasan tanah rakyat ini adalah keputusan Muktamar Ke-34 NU di Lampung.

“Kita sudah punya keputusan di Muktamar Lampung terkait perampasan tanah oleh negara atau korporasi. Putusan muktamar sebagai panduan untuk menyikapi masalah Rempang dan serupa, yaitu perampasan tanah warga atau korporasi untuk tujuan-tujuan yang tidak sesuai dengan kemaslahatan rakyat,” jelas Ulil.

Permasalahan dalam negeri yang berskala nasional lainnya adalah tentang polarisasi masyarakat dalam penggunaan media sosial, dan pengelolaan lingkungan atau yang terkait sumber daya alam.

Berikutnya, rekomendasi akan diputuskan dalam forum Munas-Konbes NU 2023 untuk menanggapi masalah-masalah global. Salah satu rekomendasi yang akan diputuskan adalah pentingnya menjadikan agama sebagai sumber solusi untuk masalah-masalah global.

Rekomendasi Internal

Ulil menekankan bahwa rekomendasi yang bersifat internal ini hanya akan dikomunikasikan ke dalam atau untuk kepentingan organisasi. Terdapat tiga poin yang menjadi rumusan dalam memutuskan rekomendasi internal ini.

Pertama, soal rangkap jabatan. Terkait hal ini ada usulan untuk dilakukan penyempurnaan aturan-aturannya. Kedua, reformasi dan dinamisasi lembaga-lembaga NU agar kompak dan sinergi.

Ketiga, rekomendasi akan diputuskan untuk mendorong terbentuknya struktur pengurus ranting berbasis komunitas, terutama di perkotaan. 

“Mengembangkan basis-basis NU di akar rumput. Struktur kepengurusan mengikuti teritorial itu mungkin harus disempurnakan karena ada kebutuhan mendirikan kepengurusan, misalnya di tingkat apartemen dan perumahan,” tutur Ulil.

Namun, Ulil mengungkapkan bahwa rumusan yang dikemukakan itu adalah konsep sementara. Ia masih menunggu persetujuan dari Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.

“Ini konsep sementara, menunggu persetujuan ketum mengingat pentingnya komisi,” ucapnya.

(Sumber: Republika, Hidayatullah)

Baca juga :