Prabowo Masa Lalu, Ganjar Kemarin, dan Anies Masa Depan
Oleh: Legisan Samtafsir
(Ketum Gerakan Nasional Indonesia Gemilang)
MENYAKSIKAN acara debat Capres di UGM, kemarin 19 September 2023, luar biasa. Hebat UGM, hebat Mata Najwa, hebat rakyat Indonesia. Dan baru 19 jam acara ini ditayangkan di youtube, berhasil ditonton lebih dari 3,5 juta viewers. Sajian gagasan Capres memang ditunggu masyarakat. UGM dan Mata Najwa lebih cepat dan kreatif dibanding UI dan kampus lainnya, dalam memenuhi kebutuhan publik tersebut. Tahniah.
Pada acara di UGM-Mata Najwa itu, kita semua bisa menilai sosok yang digadang-gadang akan menjadi pemimpin di negeri 275 juta penduduk tahun depan ini, apa gagasannya dan bagaimana relevansinya untuk tujuan Indonesia ke depan.
Prabowo Masa Lalu
Dari segi usia, 71 tahun, Prabowo sudah tak muda lagi (Anies dan Ganjar 54 tahun). Meskipun secara jasmaninya sehat, tetapi gap zamannya Prabowo dengan generasi millenial terlalu jauh. Gaya bahasa Prabowo terlalu monoton, meski nadanya berapi-api. Prabowo kekurangan kosakata dalam mengekspresikan gagasannya kepada publik.
Transformasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045, yang dituangkan dalam 17 butir program Prabowo, bukanlah hal baru. Kesemuanya tidak jelek, tapi berangkat dari problem yang terjadi di mana Prabowo sendiri terlibat dalam mengambil keputusannya, karena Prabowo berada dalam pemerintahan.
Itu bisa berarti Prabowo memahami permasalahan yang terjadi, tapi juga bisa berarti Prabowo tak cukup kredibel untuk mewujudkannya. Perkataan Einstein sepertinya tepat untuk hal ini: "permasalahan saat ini hanya dapat diselesaikan dengan tingkat pemikiran yang lebih tinggi daripada tingkat pemikiran yang menciptakannya.”
Ganjar Masa Kemarin
Setara dengan Prabowo, Ganjar lebih identik dengan rezim Jokowi, bahkan pelanjut estafetnya. Artinya, Ganjar pun sama, tak akan cukup kuat untuk melakukan perbaikan Indonesia ke depan. Sekali lagi, perkataan Einstein, “kita tidak bisa memecahkan masalah dengan tingkat pemikiran yang sama seperti saat kita menciptakan masalah tersebut.”
Ganjar tak bisa keluar dari paradigma neoliberal dalam memberi solusi, karena ia bagian dari rezim yang neoliberal saat ini, di mana pembangunan hanya bertumpu pada pertumbuhan dan berpihak kepada investor (kapitalis), dan mengabaikan keadilan dan kebangsaan.
Konsep hilirisasi dan digitalisasi tidak buruk, tapi implementasinya hanya berdasarkan konsep pertumbuhan yang miskin rasa keadilan dan kebangsaan. Padahal kedua prinsip pembangunan berkelanjutan ini, harus melekat di dalam kebijakan.
Anies Masa Depan
Anies berhasil melepaskan diri dari paradigma neoliberal rezim saat ini, dengan memasukkan unsur keadilan di dalam konsep pertumbuhan ke depan. Tagline yang digunakan, "meluruskan jalan menghadirkan keadilan, untuk Indonesia yang lebih maju dan lebih adil.
Memang, akar permasalahan bangsa ini sejatinya adalah keadilan, di mana pemerintah gagal menciptakan keadilan komutatif sekaligus keadilan distributif. Ketimpangan ekonomi dan sosial yang demikian tajam, menjadi bukti gagalnya keadilan distributif (ketidakadilan akses ekonomi). Dan banyaknya konflik agraria dan keterbelahan masyarakat, menurunnya kualitas demokrasi adalah bukti gagalnya keadilan komutatif (penegakan hukum).
Anies muncul membawa harapan baru untuk menyelesaikan permasalahan bangsa dari akarnya, yaitu keadilan. Dan ini akan memperbaiki pertumbuhan menjadi lebih berkualitas, partisipasi yang lebih inklusif dan modal sosial yang lebih baik, yang ujungnya adalah kejayaan Indonesia.
Penutup: Memenangkan Masa Depan
Inilah harapan baru, harapan masa depan. Namun tidak semua masyarakat bisa melihat peluang Anies untuk membawa harapan di masa depan; apalagi, gegap gempita pilpres sesungguhnya adalah pertarungan 'apa dan siapa yang di belakang kontestan'; dan ini tentu saja sangat tidak sehat. Tetapi realitas ini terjadi.
Oleh karena itu kampanye gagasan, pengenalan kontestan dan pendidikan pemilih terkait keadaan bangsa dan figur capres, seperti yang dibuat oleh UGM-Matanajwa adalah sangat-sangat penting. Ini juga yang seharusnya dilakukan oleh semua simpul kekuatan masyarakat, seperti Partai, semua Kampus, Masjid, Majelis Ta'lim, semua Ormas dan Relawan; tidak dengan membuat framing bagi calonnya, tetapi terutama edukasi yang objektif dan berkualitas. Fa'tabiru ya ulil albab.***
(Sumber: FNN)