Oleh: Najih Ibn Abdil Hameed
Senin subuh, 12 Rabiul Awwal Tahun 11 Hijriah, Rasulullaah shallallahu alaihi wasallam membuka satir (pembatas masjid dan kamar beliau), sambil tersenyum memandangi wajah ummatnya yang tengah shalat di masjid Nabawi.
Senyum pamit sekaligus senyum kebahagian kerelaan dan kepuasan atas keadaan ummatnya saat itu.
Ummat yang dua puluh tiga tahun lalu masih menyembah berhala, detik itu semuanya berada dalam kondisi terbaik manusia, kondisi sholat berjamaah subuh yang dipimpin Sayyiduna Abu Bakar.
Para shahabat seolah mewakili kita semua dalam pamit pisah itu, bahwa kita akan menjaga sholat, berjamaah subuh, demi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap tersenyum melihat kita.
Tak berselang lama, pagi itu, kabar kewafatan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam menghentikan seluruh aktifitas manusia. Pecah tangis di seluruh penjuru dunia. Inna lillaahi wa innaa ilaihi rajiuun...
Mulai pagi itu, bumi seperti diceraikan oleh langit. Ummat manusia tak lagi ditunggui para utusan Tuhan. Dibiarkan menyelesaikan hiruk pikuk permasalahnya sendiri.
Ya Rasulallaaah 😭