Lambat PKS Menerima Cak Imin, Ada Apa?

Oleh: Erizal

Jika PKS tak menerima Muhaimin, implikasinya akan sangat besar. Ini kata Effendi Choirie saat talk show di tvOne, kemarin. Sebab itu mustahil PKS hanya menerima Anies, tapi tak menerima Muhaimin. Ada masalah apa PKS & Muhaimin?

Bernada ancaman. Tapi, langsung diklarifikasi Gus Choi. Bukan, sambil tertawa. Tapi semakin lama PKS memutuskan, semakin liar juga tafsir apa keputusan PKS. Sebelumnya justru Ahmad Ali, mempersilakan PKS keluar. Ini lebih terang.

Muhaimin sendiri tak kunjung bertemu petinggi PKS. Saat konferensi pers Sabtu lalu (2/9), Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, mengatakan secepatnya akan bertemu Muhaimin. Kini, sudah Sabtu lagi pertemuan itu belum juga terwujud. Sementara, Muhaimin terus gerilya tanpa jelas posisi PKS.

Agak lambat PKS menyadari terjadi perubahan. Seperti rumah terbakar, tapi PKS menganggap rumah itu biasa-biasa saja, seolah tak pernah terjadi kebakaran. Padahal sudah hangus, menghitam. Sudah harus mengungsi. Mencari rumah baru.

Demokrat lebih realistis. Langsung pergi. Tak ada lagi harapan. Apalagi hotel Yamato dipilih sebagai tempat deklarasi itu, maknanya lebih dalam. Tak sekadar heroisme perjuangan, tapi perobekan bendara, dari 3 warna jadi 2 warna. Warna biru dirobek.

Dari 3 partai koalisi, jadi hanya 2 partai. Dan itu sudah cukup syarat PT. Jadi, tak logis PKS berusaha membujuk Demokrat, agar balik lagi ke rumah yang sudah terbakar itu. Bagi Demokrat, rumah itu tak layak lagi dihuni. Apalagi, benderanya sudah dirobek.

Mustahil, PKS hanya lewat Anies. Sementara NasDem dan PKB (Muhaimin) antara butuh tak butuh saja. Masuk silakan, tak masuk silakan. PKS terlalu nyaman dengan pilihannya selama ini, sehingga tak siap dengan perubahan terjadi tiba-tiba, kendati slogannya perubahan itu sendiri.

(*)
Baca juga :