KISAH FAIMIYUN
Oleh: Muafa*
Di zaman dulu ada seorang hamba Allah yang sanggup mengalahkan semua hasratnya akan keinginan duniawi yang umum diinginkan manusia di manapun: berkeluarga, punya pasangan hidup, memiliki anak yang lucu dan cerdas, membangun karir, punya rumah bagus, punya kendaraan mewah, sesekali rekreasi, sesekali makan enak, menjalani masa tua dengan penuh kebahagiaan dan semisalnya.
Hamba Allah ini lebih mementingkan keselamatan din-nya.
Beliau rela hidup berpindah-pindah dan makan seadanya.
Pekerjaannya hanya tukang bangunan, tapi sikap hidup beliau tegas, yakni hanya mau makan dari hasil tangannya sendiri. Untuk memastikan kehalalannya dan menjaga kehormatan agar tidak sampai meminta-minta.
Setiap hari Ahad, beliau libur bekerja dan memilih menyepi ke padang sahara atau tempat sepi untuk tekun menyembah Allah, salat memujiNya, mulai pagi hingga sore hari.
Beliau mengikuti ajaran Nabi Isa yang masih murni.
Bertauhid, hanya menyembah kepadaNya.
Tapi karena zaman itu adalah zaman persekusi terhadap pengikut nabi Isa, terpaksa beliau harus hidup berpindah-pindah walaupun akhirnya harus mengorbankan kenyamanan dunianya.
Kefaqihannya dalam din mencapai level beliau mengetahui al-ismu al-a‘ẓam (الاسم الاعظم), yakni Nama Allah Yang Paling Agung, yang jika dibaca seorang hamba, maka doanya pasti mustajab.
Karena itu beliau diberi Allah karamah banyak mendoakan orang sakit dan doanya selalu dikabulkan. Sampai mirip nabi isa, yakni bisa menyembuhkan orang buta. Tapi begitu populer di sebuah tempat, beliau segera pergi dan pindah ke tempat baru karena tidak mau dikejar oleh orang-orang yang mempersekusi pengikut nabi Isa.
Pernah juga beliau salat tahajud, lalu pondok kecil yang beliau pakai salat bercahaya sampai subuh padahal tidak ada lampunya.
Siapakah beliau?
Beliau bernama Faimiyūn (فَيْمِيُوْنَ).
Guru dari Abdullah bin al-ṡāmir (عَبْدُ اللهِ بْنُ الثَّامِرِ), pemuda aṣḥabul ukhdūd yang diceritakan dalam Al-Qur’an Surah al-Burūj.
Beliau adalah di antara kisah lelaki saleh yang sungguh menakjubkan bagi saya.
Sampai terasa cinta beliau karena Allah walaupun tidak pernah bertemu.
Kisah panjangnya bisa dikaji di kitab Sirah Ibnu Hisyām topik asal mula tumbuhnya agama Nasrani di Najrān.
*(Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya