Jokowi, Rempang, dan Khalifah Umar

𝐔̀𝐦𝐚𝐫. Pemimpin yang penuh tanggung-jawab dan kasih terhadap rakyatnya itu langka… sangat langka bahkan.

Mungkin terlalu jauh kita bermimpi mengharapkan semisal Ùmar ibn al-Ḳottōb رضي الله تعالى عنه, karena takkan ada lagi rahim perempuan yang akan mengandung Ùmar, dan takkan ada lagi guru yang teramat mulia, nabī suci yang mendidik dan menempa Ùmar.

Kita hanya bisa mendapati kisah Ùmar yang berjalan tanpa pengawal, tidur di bawah pohon di halaman, dan bergantian menunggangi hewan dengan ajudannya saat menempuh perjalanan jauh ke al-Quds.

Kita hanya bisa mendapati kisah Ùmar yang menyusuri jalanan kota di waktu malam untuk melihat keadaan masyarakat. Ùmar yang mengadili sengketa di antara mereka. Ùmar yang teliti mengurusi dan memeriksa keadaan keluarga yang ditinggalkan oleh para tentara yang sedang tugas di medan perang.

Kita hanya bisa mendapati kisah Ùmar yang menjadikan kegelisahan rakyat sebagai kegelisahannya. Ùmar yang menjadikan kesedihan rakyat sebagai kesedihannya.

Kita hanya bisa mendapati kisah Ùmar yang kuat dan tegas, namun berhati lembut dan penuh kasih-sayang. 

Kita hanya bisa mendapati kisah Ùmar yang sangat menyadari bahwa jabatan Kholifah adalah amanah, bukan sebagai kemuliaan, dan merupakan beban tanggung-jawab, bukan sebagai keberuntungan.

Begitu masyhur perkataan Ùmar:

لَوْ مَاتَ جَدْيٌ بَطَرْفِ الْفُرَاتِ لَخَشَيتُ أَنْ يُحَاسِبَ ٱللهُ بِهِ عُمَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, aku benar-benar takut Allōh akan menghisab Ùmar tentang hal itu pada Hari Qiyāmat.”

Sungguh benar kata Muàwiyyah رضي الله تعالى عنه bahwa Ùmar adalah pemimpin yang sangat diinginkan oleh Dunia, namun Ùmar sama sekali tidak menghendaki Dunia…

Adapun kita-kita ini, menempel perut kita ini ke tanah karena saking cintanya kepada Dunia.

Nastaghfiruka wa natubu ilaika, yā Allōh…

(Arsyad Syahrial)

Baca juga :