Cak Imin, sudah rezekinya...
BISMILLAH:
Kalau tak salah, Cak Imin mulai pasang baliho-baliho "for president" sejak era pemilu 2014. Artinya, sudah lama gitu dia keluar ongkos untuk maksud tersebut. Tapi rata-rata usahanya "gatot", alias tak ada yang melirik.
Pendukung Cak Imin memasang baliho-baliho sampai di pelosok sepi. Misal, saat kita lewat jalan "hutan", di situ ada banner "Cak for president". Kan agak lucu gitu. Seolah mengenalkan kepada para penghuni "hutan", ini nih calon presiden baru. 😆😆
Mungkin dari ketepatan tempat, kurang meyakinkan. Tapi setidaknya terbaca, Cak Imin serius ingin menaikkan bargaining nya ke level presidensial.
"Wong Mbah Amin saja bisa jadi wakil presiden, atau Jokowi yang tak pernah digodok oleh organisasi mahasiswa bisa jadi presiden. Masak sih saya yang lebih produktif dari itu tak bisa?" Mungkin begitu jalan pikiran Cak Imin.
Kalau menghitung tingkat perselisihan politik Cak Imin dengan Gus Dur, atau keluarganya, seperti menyiratkan makna bahwa dirinya tidak sepenuhnya sama dengan Gus Dur. Meskipun dulunya dia sesumbar sebagai "anak ideologis Gus Dur". Mungkin dari sisi itu, para kyai pesantren masih melihat sisi kebaikan dia, sehingga masih menaruh harapan kepadanya.
Yang paling riskan adalah sikap OPORTUNIS politik PKB selama ini, di bawah asuhan Cak Imin. Bisa dikata, PKB tak pernah bersikap oposisi kepada rezim, sejak pemilu 1999. Mau rezim macam mana pula, PKB siap mendukung. Satu-satunya yang tidak didukung, mungkin rezim Megawati setelah Gus Dur berhasil dilengserkan oleh politisi dan masyarakat, sekitar tahun 2002 silam.
Kalau sebuah partai tak memiliki sifat oposisi, berarti tujuan utamanya jabatan. Tak ada yang lain. Asal dapat jabatan, mau rezim apapun siap "cium tangan".
Di sini ada dua argumen penting:
□ PKB kan partai politik murni, beda dengan Al-Ikhwan yang kental dengan nilai-nilai idealisme.
□ Dengan sikap bagaimana pun, toh publik Nahdhiyin tetap setia memberikan suaranya ke PKB. Jadi mau "digoreng" macam apapun, jamaah Nahdhiyin tetap akan memilih PKB.
Tapi bagaimana dengan politik perkotaan yang gerah dengan laku PKB selama ini..? Mungkin, PKB itu seperti "sponge", menyerap cairan di sekitarnya. Maksudnya, tergantung lingkungan pertemanannya. Semoga saja, dengan gaul bersama circle yang sportif dan kritis, nanti arah politik PKB bisa lebih baik. Tak melulu bicara soal jabatan. Amiin ya Rabb.
Bagaimana dengan AHY dan Demokrat..? Kan bisa saja mereka marah, kerana selama ini dijanjikan yang macam-macam.
Jadi...kalau membandingkan pengalaman politik Cak Imin dan AHY, jelas jauh beda. AHY bukan levelnya Cak Imin. Perlu diingat, Cak Imin sudah bekerja di PKB ketika Demokrat belum dilahirkan. Paling kurang, dia (dari segi pengalaman) sekelas dengan SBY.
Terakhir, soal "kardus durian" bagaimana? Kan bisa saja menjegal peluang Cak Imin ke depan.
Ya di sini tingkat akurasi ancamannya, kami kurang tahu. Kami tak paham sejauh mana unsur-unsur penentunya. Tapi kalau secara politik, Cak Imin punya infrastruktur yang kuat. Jejaring yang ada, bisa digunakan untuk mengatasi persoalan.
Kalau secara pribadi, bila teringat baliho-baliho "Cak Imin for president" di pelosok-pelosok itu, saya hanya bisa geleng-geleng. Duh betapa kuatnya kemauan Cak Imin untuk naik ke pentas lebih tinggi. Tapi bagaimana lagi... kalau sudah rezekinya. 😁😁
Yo wis gitu saja. Matur nuwun. Semoga Allah Ta'ala mengaruniakan NKRI ini para pemimpin yang tulus berkhidmah untuk kemaslahatan hidup rakyat. Amiin ya Rabbal 'alamiin. 🤲🤲
Kalau Allah izinkan Cak Imin mendampingi Bung Anies, semoga akan muncul perubahan positif pada PKB dan konstituen. Biar saya kalau pulang ke Malang Jawa Timur, agak berasa lapang dada. Jujur selama ini kalau pulang, muka masem melulu. 😄😄
Oleh: Sam Waskito
B.P.R.J. (begawan politik ra jelas)