Tragedi Rempang Melayu, Protes & Suara Hati Anies
✍️Faizal Assegaf (kritikus)
Hanya beberapa minggu usai Anies Baswedan bicara soal tanah dan rakyat, muncul tragedi berdarah Rempang. Anies menggugat dan menjelaskan esensi kemerdekaan atas hak hidup rakyat.
Kedua peristiwa itu berdiri secara terpisah. Namun secara hakiki menyodorkan protes terhadap realitas ketidakadilan. Tentang praktek kekuasaan negara yang makin zalim dan menyimpang.
Saat tragedi Rempang mendidih di ruang publik, Mahfud MD tampil merespon. Seperti biasa, memoles hajat penguasa dengan diksi bahwa tindakan represif aparat bukan penggusuran tapi pengosongan.
Sementara di jejaring medsos beredar sepenggal video Luhut Panjaitan. Pidato dan wajah garangnya membela investor. Sikap itu acap kali muncul saat aksi rakyat melawan kebijakan culas negara.
Perilaku dan reaksi pejabat negara tersebut memberi gambaran terang persekutuan penguasa dan pemodal besar. Rakyat selalu berada dalam tekanan kebijakan yang semena-mena.
Tindakan tidak adil itu telah berjalan puluhan tahun. Dari satu rezim ke rezim lainnya. Ihwal urusan tanah rakyat tidak lepas dari ‘politik penggusuran’. Tak peduli rakyat menjerit dan berdarah-darah.
Begitu banyak rangkaian ketidakadilan dalam bernegara dipertunjukan. Sangat buas, rakus dan jauh dari nurani. Kekuasaan negara telah berubah menjadi bulldozer menakutkan.
Wajar bila Anies menegaskan: “Apa gunanya merdeka jika rakyat tak bisa punya tanah sendiri…?” Tak hanya soal tanah, tapi berbagai hak fundamental rakyat semakin hari tergusur secara tidak adil.
Bersatulah galang perubahan, lawan ketidakadilan!
[VIDEO Anies]