852 pekerja Cina didatangkan untuk mengoperasikan kereta cepat Jakarta-Bandung

Kereta Cepat Bertumpu pada Pekerja Cina

SEJAK pagi hari rombongan menteri, artis, hingga influencer sudah memenuhi Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta Timur. Para pesohor itu tengah menanti Presiden Joko Widodo untuk bersama-sama menjajal kereta cepat dari Halim hingga ke Padalarang, lalu diteruskan ke Bandung dengan kereta pengumpan.

Ini merupakan pertama kalinya Jokowi menjajal sepur berkecepatan 350 kilometer per jam itu setelah sebelumnya ia dijadwalkan untuk mencicipi moda transportasi anyar tersebut pada pekan lalu. "Saya empat kali datang ke proyeknya kereta cepat, tapi memang baru pertama kali tadi mencoba," kata dia selepas menumpang sepur kilat tersebut, kemarin.

Bolak-balik Jakarta-Bandung, Jokowi tak memberi catatan pekerjaan rumah apa pun untuk kereta berteknologi buatan Cina itu. Ia menilai sarana dan prasarana dari sepur kilat itu sudah cukup baik. Karena itu, Jokowi menargetkan peresmian kereta cepat tersebut bisa dilaksanakan pada awal Oktober 2023. Kendati demikian, ia menyerahkan tanggal peluncuran kepada manajemen kereta cepat.

Kini, kereta cepat Jakarta-Bandung tinggal menunggu rampungnya sertifikasi sarana dan prasarana yang tengah dilakukan Kementerian Perhubungan. Setelah semua itu rampung, barulah PT Kereta Cepat Indonesia-China akan mengantongi izin untuk memulai operasi sepur kilat. 

"Kami akan mengikuti regulasi yang ada dan akan mengikuti arahan pemerintah," ujar Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi.

852 pekerja Cina didatangkan 

Sumber Tempo yang mengetahui seluk-beluk proyek tersebut mengatakan, pada akhir Agustus 2023, beberapa kemajuan proyek, seperti konstruksi fisik, investasi, hingga akuisisi lahan, sudah hampir mendekati seratus persen. Pekerjaan yang masih di bawah 90 persen kemajuannya adalah perizinan sarana dan prasarana, serta kesiapan operasi dan perawatan.

Kesiapan operasi dan perawatan itu, menurut sumber Tempo tersebut, baru mencapai 50 persen. Namun angka kemajuan itu masih dihitung ulang karena adanya perubahan skema penyelenggaraan operasi dan perawatan. 

Perubahan skema itu pun menyebabkan pemetaan kebutuhan sumber daya manusia masih dinegosiasikan. Di samping itu, tenggat penyelesaian pelatihan diubah menjadi 2024.

Sebagai informasi, laporan Tempo telah mengungkapkan adanya perubahan strategi penyelenggaraan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung, dari skema kerja sama alias joint management menjadi kontrak operasi dan perawatan dengan konsorsium PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan China Railway. 

Berdasarkan dokumen yang dilihat Tempo, perubahan strategi itu merupakan arahan dari konsorsium Cina pemilik saham KCIC, Beijing Yawan HSR Ltd Co.

Arahan tersebut termaktub dalam surat Beijing Yawan kepada KCIC pada Oktober 2022. Dalam surat itu, perusahaan gabungan kontraktor asal Cina tersebut menyatakan tidak memiliki kapasitas dan pengalaman dalam mengoperasikan sepur Cina. Konsorsium Cina dalam suratnya juga mengatakan tidak bisa menyediakan personel untuk mengisi pos operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Beijing Yawan lalu menyarankan KCIC berkontrak dengan China Railway Beijing Bureau Group (CR-Beijing) atau konsorsium CR-Beijing dan KAI untuk pengoperasian dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung. Kontrak kerja sama itu disarankan dijalankan tentatif selama satu tahun.

Skema kontrak dipilih untuk menyediakan sumber daya manusia yang berpengalaman mengoperasikan kereta cepat serta menyiapkan dan mengimplementasikan sistem pengelolaan operasi dan perawatan guna menjamin keselamatan. Di samping itu, konsorsium akan diminta mengelola pemagangan sumber daya manusia KCIC dalam rangka pengambilalihan operasi dan perawatan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Belakangan, informasi tersebut dikonfirmasi oleh KCIC. Sekretaris Perusahaan KCIC Eva Chairunnisa membenarkan bahwa perseroan bekerja sama dengan konsorsium KAI dan China Railway untuk kegiatan operasi dan perawatan selama satu tahun. Selama periode itu, konsorsium akan mendatangkan 852 tenaga kerja asing asal Cina yang telah berpengalaman dan memiliki sertifikat sebagai operator kereta cepat.

"Sementara itu, KCIC akan menyiapkan 1.096 tenaga kerja Indonesia yang akan mendampingi para tenaga ahli dari Tiongkok untuk dapat melaksanakan tugas peralihan kemampuan," ujar Eva. Para pekerja Indonesia ini diharapkan bisa mengoperasikan dan merawat kereta cepat itu secara bertahap hingga nantinya mereka mengambil alih operasi dan perawatan sepur kilat sepenuhnya.

Menurut Eva, banyaknya pekerja Cina yang didatangkan tersebut disebabkan adanya perubahan strategi percepatan transfer keahlian dan pengetahuan yang sudah diprogramkan. Mulanya, 1.096 pekerja Indonesia akan dikirim ke Cina mulai 2021, sehingga KCIC dapat mengoperasikan kereta cepat secara mandiri.

"Rencana ini terhambat Covid-19. Pemerintah Tiongkok tidak mengizinkan warga asing masuk ke negara mereka," kata Eva. Pelatihan sumber daya manusia itu ujung-ujungnya baru bisa dilakukan pada 2022 dan lokasi pelaksanaannya dipindahkan ke Madiun dengan tetap menggandeng universitas perkeretaapian Cina. Kendati demikian, Eva berujar, para pekerja yang menjalani pelatihan itu sudah diseleksi ketat, antara lain calon masinis harus sudah memiliki catatan mengemudikan kereta sebanyak 10 ribu jam.

Eva tidak menampik bahwa perubahan skema ini membuat perseroan harus menyesuaikan sistem penggajian untuk pekerja Cina. Para tenaga kerja asing itu, kata dia, perlu dibayar sesuai dengan nominal yang mereka peroleh saat bertugas di Cina. Karena itu, KCIC pun bernegosiasi agar ada solusi, misalnya tunjangan khusus yang dibayarkan oleh China Railway Group untuk para tenaga ahli yang ditugaskan ke Indonesia, sehingga sistem penggajian dari KCIC tetap menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh perseroan.

Sebuah dokumen yang dilihat Tempo menunjukkan konsorsium menawarkan anggaran belanja sebesar sekitar US$ 124 juta atau sekitar Rp 1,86 triliun untuk pekerjaan operasi dan perawatan tersebut. Rinciannya, pihak Cina menawarkan sekitar US$ 120 juta (setara Rp 1,81 triliun), sedangkan KAI Rp 52 miliar. Penawaran tersebut, menurut sumber Tempo, sempat tidak disepakati karena pagu dana pekerjaan pengadaan konsorsium operasi dan perawatan KCJB yang disiapkan perusahaan hanya sekitar US$ 61,5 juta.

Adanya konsorsium itu lantas menambah biaya dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perseroan, setidaknya pada 2023. Musababnya, sebelumnya perseroan tidak menganggarkan untuk pengadaan konsorsium tersebut.

Ditanyai soal kemajuan negosiasi konsorsium itu, Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, semuanya sudah selesai dan berjalan. "Sudah deal semua, sudah jalan," kata Dwiyana, tanpa merinci hasil kesepakatan tersebut. Meski demikian, ia menilai penyerahan operasi kepada China Railway merupakan hal wajar karena kereta kencang itu 100 persen mengimplementasikan teknologi Cina.

Namun ia menjamin nantinya kereta itu juga dioperasikan oleh pekerja-pekerja Indonesia secara bertahap dalam satu tahun ke depan. "Nanti satu banding satu kita sekarang sebagian sudah kita training. Sekarang lagi magang kerja. Jadi, mereka sekarang OCC, teknisi KA, EMU driver, satu banding satu," kata Dwiyana.

Pengoperasian awal kereta cepat yang sepenuhnya dilakukan pekerja Cina itu menuai sorotan. Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menilai jumlah tenaga kerja asing itu terlalu banyak. Menurut dia, semestinya pelatihan pekerja Indonesia disiapkan sejak jauh-jauh hari. "Sesungguhnya know-how dengan pendampingan seperti ini seharusnya sudah disiapkan jauh sebelum kereta beroperasi pada tahap planning, desain, dan konstruksi jika semua dilakukan dengan profesional," kata Sutanto.

Sutanto mengatakan bahwa penyiapan sumber daya manusia semacam ini pernah dilakukan saat Indonesia pertama kali membangun MRT di Jakarta. Saat itu, MRT juga adalah teknologi baru di Indonesia, yang dibangun dengan pinjaman dari pemerintah Jepang. Ia mengatakan, alih teknologi nyatanya dapat dilakukan tanpa perlu menggunakan banyak sumber daya manusia asal Jepang, hanya sekitar sepuluh orang. Ia mengatakan, pendampingan dilakukan sekitar tiga tahun dan kini operasi dan perawatan sudah dilakukan oleh pekerja Indonesia.

Pengajar Program Profesi Insinyur dari Universitas Lampung, Aleksander Purba, mengatakan, perlu ada lembaga pengelola yang mengawasi KCIC sebagai operator kereta cepat. "Jika operator menggandeng pihak asing, saya berpendapat tidak menjadi masalah, sepanjang dikendalikan sepenuhnya oleh lembaga pengelola dan ada prosedur operasi standarnya," kata Aleksander.

[Sumber: Koran Tempo, Kamis, 14 September 2023]
Baca juga :