KENDARI - Sulkarnain Kadir Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sulawesi Tenggara, yang merupakan mantan Wali Kota Kendari ditetapkan sebagai tersangka korupsi perizinan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Ia diduga memeras perusahaan gerai ritel modern sebesar ratusan juta rupiah. Ia diduga pula meminta saham agar perizinan dikeluarkan.
”Mantan Wali Kota Kendari 2017-2022, SK (Sulkarnain Kadir), ditetapkan tersangka tindak korupsi perizinan PT Midi Utama Indonesia (MUI). Ia disangkakan Pasal 12 huruf e Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara,” kata Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sultra Ade Hermawan, di Kendari, Senin (14/8/2023).
Sulkarnain Kadir, yang awalnya Wakil Wali Kota Kendari 2017-2022, menjabat Wali Kota Kendari pada 2018. Kala itu, Sulkarnain menggantikan pasangannya, Adriatma Dwi Putra, yang ditangkap atas kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018.
Kasus yang menjerat Sulkarnain ini, Ade melanjutkan, merupakan rangkaian kasus korupsi perizinan yang telah berjalan di persidangan. Pada Senin (13/3/2023), Kejati Sultra menetapkan dua tersangka kasus dugaan suap perizinan pembukaan gerai ritel modern PT MUI. Perusahaan ini pemegang lisensi gerai Alfa Midi dan sejumlah gerai dengan nama lokal, yaitu Anoa Mart.
Dua orang yang telah ditetapkan tersangka adalah Sekretaris Daerah Kendari Ridwansyah Taridala dan seorang staf Tim Percepatan Pembangunan Kota Kota Kendari Syarif Maulana. Keduanya jadi tersangka dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi. Keduanya saat ini menjalani persidangan.
Menurut Ade, kasus ini bermula saat pihak PT MUI mengajukan izin untuk pembukaan gerai ritel di Kendari. Dalam pengurusan izin tersebut, pihak perusahaan bertemu dengan pejabat Pemkot Kendari, yaitu Sulkarnain Kadir selaku Wali Kota saat itu dan Syarif Maulana sebagai staf ahli.
Dalam beberapa pertemuan tersebut, Sulkarnain diketahui memerintahkan untuk meminta dana pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) ke PT MUI. Dana tersebut ditujukan untuk pengecatan Kampung Warna-Warni Bungkutoko senilai Rp 721 juta. Padahal, kegiatan ini telah dianggarkan di APBD 2021 senilai sekitar Rp 300 juta.
Tidak hanya itu, Sulkarnain juga diketahui meminta PT MUI untuk membuat enam gerai ritel dengan merek baru, yaitu Anoa Mart. Di perusahaan baru tersebut, ia meminta untuk mendapatkan saham lima persen.
”Jika tidak dituruti, maka perizinan perusahaan itu tidak akan dikeluarkan. Di situlah kami menetapkan pasal pemerasan kepada tersangka SK (Sulkarnain Kadir). Itu pun setelah berbagai pola pemerasan, izin perusahaan tidak juga keluar sampai masa jabatan beliau berakhir. Kami panggil tersangka SK diperiksa pada Jumat (18/8/2023) ini,” katanya.
Terkait tidak diterapkannya pasal suap, Ade menuturkan, korupsi yang terjadi ini diawali unsur pemerasan yang dilakukan para tersangka. Pihak perusahaan melakukan sejumlah hal atas dasar paksaan. Di sisi lain, dua tersangka sebelumnya dijerat dengan pasal suap dan pemerasan.
Kalau terulang terus seperti ini, jangan-jangan perilaku koruptif itu telah terlembagakan.
Sulkarnain Kadir sebelumnya telah beberapa kali diperiksa dalam kasus ini. Baron Harahap, kuasa hukum Sulkarnain saat itu, memastikan kliennya mematuhi semua proses hukum yang berlaku dan memenuhi panggilan pihak kejaksaan.
”Untuk penetapan tersangkanya saat ini, saya belum komunikasi kembali dengan beliau. Jadi, saya belum punya dasar untuk mengomentari penetapan tersangka ini,” kata Baron, Senin malam.
(Sumber: KOMPAS)