Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat)
Secara pribadi, penulis tidak memiliki kedekatan personal dengan Rocky Gerung (RG). Selama ini, penulis hanya mengenalnya melalui media. Logika yang 'radikal' dalam pembahasan suatu tema diskusi, menjadi ciri khas paparan RG.
Namun, penulis berkesempatan berinteraksi lebih dekat saat mendampingi perkara Gus Nur di Pengadilan Negeri Surakarta. Saat itu, penulis meminta tolong agar RG menjadi ahli dalam perkara Gus Nur dan Bambang Tri.
Alhamdulillah, setelah kontak Mas Hersu, Bang Edy Mulyadi dan Mbak Rahma Sarita, akhirnya dapat jadwal. RG menyisihkan waktu dari jadwalnya yang padat, untuk datang ke Solo menjadi ahli Gus Nur.
Kami sempat diskusi pendahuluan, untuk menyiapkan kisi-kisi terkait materi persidangan. Dan tidak butuh lama, hanya beberapa menit, kami sudah saling paham apa yang musti ditanyakan dan apa yang musti diterangkan dalam persidangan.
Sidang mengambil keterangan RG adalah sidang paling sengit, setelah Ahli Prof Aceng Ruhendi. Karena perlawanan jaksa begitu gigih membela ijazah palsu Jokowi. Sampai-sampai, ada jaksa yang sok bijak, bernarasi tentang bagaimana masa depan generasi bangsa. Namun celaka, justru jaksa dipermalukan oleh RG karena RG baru saja berdiskusi dengan remaja yang ternyata lebih paham akan kondisi bangsanya ketimbang para jaksa.
RG menyatakan, ada motif dendam kekuasaan dalam kasus Gus Nur. Jaksa, lebih mewakili kepentingan Jokowi untuk menumpahkan dendam, ketimbang wakil negara untuk mengungkap kebenaran.
Berkali-kaki RG menyampaikan, kalau mau buktikan ijazah palsu itu bohong, hadirkan ijazah aslinya. Dan hal ini tak mampu dibantah oleh jaksa, tak bisa ditolak oleh hakim, walau akhirnya vonis tetap memihak Jokowi, dan menyatakan Gus Nur bersalah telah mengedarkan kabar bohong.
Kesederhanaan RG dan simpelnya untuk menghadirkan ke pengadilan begitu penulis rasakan. RG tak minta kelas khusus penerbangan, tak minta hotel khusus, tak minta dijamu secara khusus, tak minta kompensasi atas keterangan yang disampaikan, bahkan RG ingin cepat kembali. Tiket pagi, sore langsung kembali ke Jakarta.
Dalam perjalanan dari pengadilan ke Bandara, pada moment itulah penulis agak dekat berdiskusi dengan RG sepanjang perjalanan, dan sedikit mulai memahami sosok 'filsuf' yang selama ini menjadi musuh bebuyutan rezim Jokowi. RG tak minta perlakuan dan pelayanan khusus, sesampai di bandara RG juga mempersilakan penulis untuk kembali ke pengadilan, dan RG check in mandiri masuk ke bandara.
Hari ini, RG ditarget rezim. Meski Jokowi mengaku masalah kecil, nyatanya KSP Moeldoko turun gunung. Bahkan, Faldo Maldini juga ikut nimbrung membangun narasi RG mengedarkan kabar bohong.
Kekuasaan memamerkan tirani dan kebengisan yang luar biasa norak. Mengaku hal kecil, tapi mengerahkan segala sumber daya untuk menarget RG. Sampai kasus yang semestinya delik aduan pun, dipaksakan menjadi delik umum.
Semua bertindak seolah menjadi pribadi Jokowi. Rame-rame lapor polisi. Pasalnya juga beraneka ragam.
Saatnya, kita semua membersamai RG. Bukan untuk menyatakan bersama ujaran 'Bajingan Tolol'. Tapi untuk menegaskan bahwa rezim ini zalim dan anti kritik. Rezim yang menyengsarakan rakyat, yang hampir lengser, tapi masih berupaya untuk mendemonstrasikan kuasa dan jumawa.
Mungkin saja, rezim ini ingin jatuh lebih cepat ketimbang saat lengsernya yang telah ditetapkan 20 Oktober 2024. Kalau Jokowi menghendaki itu, mari kita dukung dan bantu agar segera terkabul. Dengan cara membersamai RG dalam kasus 'Bajingan Tolol' kebijakan Jokowi. [].