Putusan Janggal Dua Hakim Agung
Mahkamah Agung (MA) wajib mengoreksi vonis bebas terhadap hakim agung Gazalba Saleh yang sarat kejanggalan.
Tindakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, yang mengabaikan keterangan saksi ataupun bukti-bukti yang diajukan jaksa penuntut di pengadilan, jelas menghina akal sehat.
Dengan begitu banyak bukti yang memberatkan, majelis hakim yang diketuai Yoserisal, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Bandung, justru menilai Gazalba tidak terbukti menerima suap Sin$ 20 ribu seperti dakwaan jaksa.
Putusan terhadap Gazalba ini bertolak belakang dengan vonis atas Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, satu bulan lalu. Majelis hakim justru menyatakan kedua debitor Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana itu terbukti menyuap hakim agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba lewat Prasetyo Nugroho—hakim yustisial sekaligus asisten Gazalba.
Jika konsisten dengan vonis tersebut, majelis hakim semestinya menyatakan Gazalba juga terbukti bersalah. Inkonsistensi ini menguatkan indikasi bahwa subyektivitas dan psikologis majelis hakim dominan mempengaruhi kesimpulan terhadap perkara Gazalba. Bagaimanapun, hakim di pengadilan negeri dihadapkan pada posisi harus mengadili teman seprofesi dan hakim yang jabatannya lebih tinggi.
Konstruksi kasus suap ini berawal dari operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah pegawai dan hakim yustisial di MA pada September tahun lalu. Biasanya bukti-bukti perkara korupsi yang terungkap lewat operasi tangkap tangan cukup solid, dari keterangan saksi, dokumen, komunikasi elektronik, hingga rekaman percakapan.
Dari sinilah KPK membongkar jejaring mafia peradilan di MA. Hingga kini KPK sudah menetapkan 15 tersangka. Para tersangka itu terdiri atas dua hakim agung, tiga hakim yustisial, seorang pegawai MA, serta Sekretaris MA Hasbi Hasan. Sisanya berasal dari pihak swasta.
Sebelum Gazalba, KPK lebih dulu menetapkan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka, satu hari setelah operasi penangkapan. Ia diduga menerima suap US$ 80 ribu dalam perkara kepailitan KSP Intidana. Sudrajad merupakan anggota dua majelis hakim kasasi perkara ini.
Hukuman terhadap Sudrajad juga penuh kontroversi. Di Pengadilan Negeri Bandung, Sudrajad divonis 8 tahun penjara, Mei lalu. Putusan ini lebih rendah lima tahun dibanding tuntutan jaksa. Alasan klise majelis hakim yang meringankan Sudrajad adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum. Yang janggal, di Pengadilan Tinggi Bandung, majelis hakim malah mengorting hukuman Sudrajad menjadi 7 tahun kurungan, Senin lalu. Meski Sudrajad terbukti bersalah, majelis hakim menganggap ia berjasa kepada negara karena telah 38 tahun mengabdi di MA.
MA mesti mengoreksi vonis keduanya lewat kasasi yang akan diajukan jaksa penuntut. Dalam menangani perkara kasasi ini nantinya, majelis hakim agung seharusnya mengesampingkan urusan perkawanan dan rekan seprofesi. Mereka wajib mengedepankan profesionalitas dan obyektivitas dalam menilai alat bukti. Agar terhindar dari prasangka negatif, MA sebaiknya mendorong penanganan perkara kasasi kedua hakim agung tersebut secara transparan, dari penentuan majelis hakim agung, pemeriksaan perkara, hingga pengucapan putusan.
Di sini, integritas MA dipertaruhkan. Apalagi perkara Sudrajad dan Gazalba ini merupakan kasus korupsi pertama yang menjerat hakim agung. Selama ini, hanya panitera, pegawai, dan Sekretaris MA serta hakim di pengadilan negeri dan tinggi yang terseret perkara korupsi.
Semoga saja harapan ini tak bagai menggantang asap. Pasalnya, belakangan ini ada kecenderungan terjadi pemotongan hukuman terpidana korupsi di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Tren mengkhawatirkan ini terjadi sejak Artidjo Alkostar pensiun dari MA pada 2018. Selama periode 2019-2020, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat MA sudah memangkas hukuman 22 terpidana korupsi.
Untuk memutus kecenderungan semacam itu, Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial harus segera turun tangan menyelisik dugaan pelanggaran perilaku dan kode etik majelis hakim dalam kasus vonis bebas Gazalba serta putusan banding Sudrajad. Pengawas di kedua lembaga ini dapat memulai dengan melihat pertanyaan dan pernyataan majelis hakim selama persidangan. Sikap tegas MA dan Komisi Yudisial dibutuhkan agar asas kesamaan di hadapan hukum tetap tegak di negeri ini. Jika hakim yang menerima sogokan bisa melenggang bebas tanpa dihukum, runtuhlah wibawa peradilan kita.
(Sumber: Koran Tempo, 3 Agustus 2023)