Diremehkan itu bukan aib dalam politik. Malahan bisa lebih lentur bergerak menciptakan ruang.
Besarnya dukungan kalangan kanan, berikut gegap gempita di media sosial, jangan membuatmu bungah. Biasa saja. Kalangan kanan itu penting, tapi jangan biarkan mendominasi dan menjadi pemegang opini di mana-mana. Lebih-lebih ketika mereka kian jumawa bahkan beropini liar di pelbagai platform media. Ini bahaya. Lebih baik antisipasi sekarang sebelum ada pihak tertawa ria. Atau kian masuk dalam siasat membuat titik ekstrem ke kanan.
Maka, tetaplah di jalur tengah; jalur yang bisa dilirik, dipertimbangkan, hingga bahkan diterima pelbagai kalangan. Jangan tergoda terlalu ke kanan. Cukup tetap jaga aspirasi mereka karena Anda bukan orang yang DNA-nya berpisah dari agama. Ubah isu kanan, simbol identitas formal menjasi agenda universal sesuai arus besar hadirnya agama (terutama Islam). Biasakan kalangan pendukung kanan berbahasa kemanusiaan dan kedisinian.
Gandeng figur wakil yang menutupi gempita kalangan Kanan. Bikin yang nyaman dan penuhi harapan kalangan beragam. Medan dan peta pemilih Jawa yang masih tinggi konstruksi abangan secara sosiologi, haruslah disikapi cerdas dan penuh kesabaran.
Waktu yang tersisa, doa dimunajatkan senyampang tawakal dilakukan. Salah satu wujud tawakal adalah 'membumi' dan menengahkan gerakan. Kemenangan memang benar perlu dipersiapkan di hadapan Allah. Seturut itu, kalkulasi matang dan jeli juga niscaya dikerjakan.
Lentur bergerak itu ketika Bung ada di tengah. Jangan terlalu nyaman ketika diseret menjauh dari tengah. Sebab, pendulum sosiologi massa pemilih kita memang tak seideal di buku-buku teks perkuliahan demokrasi deliberatif. Awas dari jebakan mengkanan-jauhkan, tentu ini lebih berbahaya lagi.
Oleh: Yusuf Maulana; tinggal di Yogyakarta
(Editor buku-buku Anis Matta)