Oleh: Erizal
Megawati buka kartu. Ia pernah berdiskusi dengan Presiden Jokowi, soal Pilpres 2024. Yang bertanya justru Jokowi, bukan Megawati. Bagaimana Pilpres 2024, menurut padangan Bu Mega? Seperti berdansa saja, Pak Presiden. Begitu kira-kira jawaban Bu Mega. Singkat, padat.
Justru Presiden Jokowi tak mengerti dengan politik berdansa ala Megawati itu. Bu Mega menjelaskan, berdansa itu bisa satu orang, dua orang berkelompok, ramai-ramai. Bisa berganti pasangan juga. Biasa saja. Musiknya juga bisa slow, keras, sampai musiknya mati. Begitulah.
Tentu, Presiden Jokowi mulai mengerti apa yang dimaksud Megawati. Maka, berdansalah Sang Presiden dengan gaya khasnya yang sulit diikuti gerakannya. Kadang, ada gerakan baru. Tapi, seiring berjalannya waktu, polanya mulai ketahuan. Bu Mega pun berdansa. Tapi, slow.
Dengan buka kartu perihal politik berdansa itu, maka mustahil antara Megawati dan Jokowi pecah kongsi. Retak saja, tak mungkin. Kalau sekadar lecet² itu biasa. Dua periode berkuasa, tentu suatu hubungan mustahil statis, begitu² saja. Dinamika pasti ada. Bisa diurut satu², tapi kalau pecah, bubar, indikasinya masih samar².
Setidaknya, tampak pada saat peringatan HUT RI, kemarin. Bu Mega hadir dan terlihat akur² saja dengan Presiden Jokowi. Tak ada yang terlihat ganjil dari hubungan yang retak, apalagi pecah. Lecet² pun tak terlihat. Banyak yang mengatakan, mustahil Jokowi bersikap kurang pantas terhadap Megawati. Begitu sebaliknya.
Jokowi dukung Prabowo mungkin saja, tapi tak mungkin Jokowi tak mendukung Ganjar. Dan orang tak tahu apa sebetulnya misteri di balik sumringahnya Surya Paloh, setelah bertemu Jokowi di istana? Politik berdansa ialah politik happy² untuk semua. Sebisanya tak ada yang bersedih, terutama anggota koalisi pemerintah.(*)