Namanya Joni (bukan nama sebenarnya). Umurnya baru 18 tahun. Dia masuk penjara karena kasus narkoba, yaitu menjadi kurir narkoba. Dia dihukum selama 8 bulan penjara.
Orangnya kurus. Di wajahnya ada beberapa tato. Tangannya juga penuh tato. Tapi hati Joni tak sesangar penampilannya. Saat itu, aku melihatnya menangis. Kami yang melihatnya pun ikut terharu.
Empat tahun yang lalu, dengan disaksikan oleh seluruh warga lapas yang muslim, Joni mengucapkan dua kalimat syahadat. Segala kelengkapan administrasi sudah dibereskan oleh petugas KUA yang membimbing syahadat.
Tim Mualaf Center Kab Semarang menyerahkan baju koko, sajadah, Al-Qur'an, buku-buku agama, peci, dan juga uang. Sebentuk kepedulian dari kami kepada para napi yang bersyahadat. Dan Joni adalah mualaf ketiga yang kami dampingi di lapas.
Saat itu, seusai syahadat kami mengajak berbincang para mualaf di lapas Ambarawa. Joni menceritakan perjalanannya menjemput hidayah sambil menangis. Kami yang mendengarnya juga turut larut dalam keharuan.
Joni bercerita bahwa dia berasal dari keluarga broken home. Ayahnya muslim dan ibunya Kristen. Seluruh anak-anak yang berjumlah 3 orang mengikuti agama ibunya. Hanya ayahnya seorang yang muslim.
Joni salah pergaulan. Kerasnya kehidupan dan suasana rumah yang tidak nyaman, menyebabkan dirinya berkenalan dengan narkoba. Agar bisa membeli pil setan itu, dia terkadang bekerja sebagai kurir narkoba. Imbalannya adalah pil setan yang membuat pikiran melayang itu. Pil pemberi kebahagiaan semu yang bisa mengantarnya untuk melupakan beban berat kehidupannya.
Suatu ketika Joni tertangkap ketika sedang mengantar pil setan itu. Dan sejak itu dia mendekam di lapas Ambarawa. Joni berada dalam sel yang jumlah napinya cukup banyak.
Dalam sel itu Joni berusaha merenungi kehidupannya. Ada sebuah keresahan luar biasa dalam dirinya. Keresahan yang membuatnya gelisah dan tak tau harus bercerita kepada siapa. Di sekelilingnya hanya ada napi. Dalam satu sel terdapat sekitar 40 napi.
Dan dia melihat ada salah satu napi yang rajin sholat. Joni berusaha mendekatinya dan mencurahkan kegelisahannya. Joni ingin memeluk Islam, mengikuti agama ayahnya.
Dengan senang hati napi tersebut mau membimbing Joni untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebenarnya Joni ingin sekali bersyahadat secara resmi di depan pegawai KUA. Tapi saat itu dia terkendala masalah administrasi, belum menyerahkan fotokopi KTP dan KK. Setelah ayahnya mengirimkan kelengkapan administrasi, akhirnya Joni resmi bersyahadat di depan aparatur negara dan mengganti identitas dirinya di kolom agama.
Dan kami bersyukur bisa menyaksikan Joni memulai hidup barunya. Kembali ke pangkuan fitrah, memeluk agama Islam yang damai. Sungguh kedamaian itu bisa kami lihat dalam wajah Joni yang sesenggukan menceritan perjalanan hidupnya. Kedamaian di balik wajah bertato...
Saat ini, Joni sudah bebas dari jeruji penjara. Semoga Joni selalu berada dalam bimbingan-Nya. Semoga menapaki jalan kehidupan yang jauh dari lingkaran narkoba. Dan semoga Istiqomah dalam iman Islam hingga akhir hayat, aamiin....
Widi Astuti
(Mualaf Center Kab. Semarang)