Usman bin Affan, Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al Asy‘ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah dan Ibnu Umar, nama-nama sahabat tersebut merupakan guru dari Hasan al Bashri.
Hasan al Bashri mempuyai murid Abu Hanifah, Abu Hanifah mempunyai murid Hasan Syaibani.
Hasan Syaibani mempuyai murid Ibnu Hibban, Ibnu Hibban mempuyai murid Al Hakim.
Al Hakim merupakan salah satu ulama hadist, dalam "meyeleksi" hadist ia mengunakan metode standarisasi yang diterapkan Bukhari, Muslim. Ketat secara sanad, matan dan rawi hadits.
Dimana hadist² yang diteliti al Hakim merupakan hasil "pergumulan" nya dengan lebih dari 1000 ulama di masanya, meneliti hadist² yang belum sempat di seleksi Bukhari, Muslim sebab mereka wafat.
Karya monumental al Hakim yaitu Kitab Mustadrak. Kitab ini merupakan "rujukan" umat Muslim setelah Sahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai' dan Ibnu Majjah.
Mustadrak al Hakim setara dengan kitab² hadist ulama semasanya yang juga menjadi rujukan umat muslim, yaitu sahih Baihaqi, at Thabari, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah serta selainya.
Al Hakim dalam Mustadrak-nya mencatat sebuah hadist berikut:
Pada suatu hari, Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan dengan para sahabat, tiba² Rasulullah tertawa ringan sampai terlihat gigi depannya.
Umar r.a. yg berada di situ, bertanya: "Apa yg membuatmu tertawa wahai Rasulullah?"
Rasulullah menjawab: "Aku diberitahu Malaikat, bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yg duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala di hadapan Allah".
Salah seorang mengadu kepada Allah sambil berkata: ‘Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat dzalim kepadaku'.
Allah berfirman: "Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikitpun?"
Orang itu berkata: "Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya".
Sampai di sini, mata Rasulullah berkaca-kaca. Rasulullah tidak mampu menahan tetesan airmatanya. Beliau menangis.
Lalu, beliau Rasulullah berkata: "Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya".
Rasulullah melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah berkata kepada orang yg mengadu tadi: "Sekarang angkat kepalamu".
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia berkata: "Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak bertatahkan intan berlian."
Kemudia ia bertanya,
"Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb?
Untuk orang shiddiq yang mana, ya Rabb?
Untuk Syuhada yang mana, ya Rabb?"
Allah berfirman: "Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya".
Orang itu berkata: "Siapakah yang mampu membayar harganya, ya Rabb?"
Allah berfirman: "Engkau pun mampu membayar harganya".
Orang itu terheran-heran, sambil berkata: "Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?"
Allah berfirman: "Caranya, engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya kepada-Ku, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu".
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah berkata:
"Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian saling berdamai dan memaafkan. Sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin".
(HR al-Hakim)
والله اعلم
-Musa Muhammad-