Shalat di Makkah?
Dulu sering saya dengar cerita tentang beberapa tokoh yang gak pernah kelihatan shalat lima waktu. Tapi beredar kabar bahwa dianya kalau shalat di Makkah. Dalam sekejap bisa ke Makkah lalu kembali ke rumahnya dengan melipat bumi.
Kemampuan berpindah tempat dalam sekejap (teleportasi) itu terkenal di masa lalu dalam kisah para waliyullah. Bahkan al-Qur’an bercerita tentang hal ini dalam kisah ajudan Nabi Sulaiman.
Bagian teleportasi ini bisa jadi benar dan bisa jadi salah. Namun bagian shalat di Makkah bisa dipastikan sebagai cerita bohong.
Kenapa demikian?
Sebab sudah jelas waktu Indonesia dan Makkah selisih empat jam. Bila di Indonesia masuk waktu magrib, lalu orangnya berteleportasi ke Makkah, maka saat itu di sana masih Dhuhur. Kalau shalat maghrib saat itu tentu tidak sah. Ketika kembali lagi ke Indonesia artinya belum shalat magrib. Kalau masih juga tak terlihat shalat, artinya memang tidak shalat.
Yang bercerita bahwa dia shalatnya di Makkah berarti berbohong. Demikian juga kalau dibuat cerita bahwa shalatnya sambil terbang, itu pasti bohong sebab shalat terbang tidak sah karena syarat sujudnya tak terpenuhi.
Pertanyaannya, apakah yang dianggap wali itu berdosa bila tidak shalat? Bila akalnya masih waras, maka dia berdosa besar dan pasti bukan waliyullah. Bila akalnya hilang (gila), maka tidak berdosa sebagaimana hukum yang berlaku pada orang gila yang lain. Hanya istilahnya saja untuk yang wali asli diperhalus, kitab turats menyebutnya sebagai majdzub atau uqala' majanin, aslinya adalah sama seperti gila.
Pertanyaan lainnya, apakah yang sakti begitu adalah waliyullah? Jawabannya belum tentu. Bisa jadi benar dan bisa jadi tidak. Kesaktian sama sekali bukan tanda kewalian sebab Non-Muslim pun banyak yang punya kesaktian. Menyebut kesaktian sebagai karamah juga tidak mengubah esensinya yang tidak spesial.
(Gus Abdul Wahab Ahmad)