Di Balik Tewasnya Penjaga Toko Kosmestik Oleh Anggota Paspampres

Di Balik Tewasnya Penjaga Toko Kosmestik

Penculikan serupa berulang kali terjadi sebelum Imam Masykur tewas di tangan prajurit TNI. Toko kosmetik Aceh jadi sasaran.

Praktik pemerasan terhadap pengelola toko kosmetik terungkap setelah kematian Imam Masykur. Korban tidak berani melapor.

***

Kenangan pahit itu dialami Muswardi, bukan nama sebenarnya, pada 2019. Ia bekerja sebagai penjaga toko kosmetik di bilangan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia terpaksa merantau karena di kampung halamannya, Aceh, sulit mendapatkan pekerjaan. “Kebetulan ada kawan yang menawarkan pekerjaan itu,” kata Muswardi, kemarin. “Yang punya toko orang Aceh juga.”

Sebenarnya dia betah bekerja di sana karena tugasnya hanya melayani pembeli sehingga tidak perlu keahlian khusus atau tenaga yang besar. Apalagi penghasilannya juga lumayan. Paling tidak, dia bisa rutin mengirim uang untuk orang tua di kampung.   

Menurut Muswardi, meski tempat usahanya dilabeli toko kosmetik, mereka menyediakan juga sejumlah produk obat dan suplemen kesehatan. Bahkan beberapa di antaranya dikategorikan obat keras yang membutuhkan izin khusus untuk mengedarkannya. Informasi tersebut baru dia ketahui belakangan. Produk-produk itu diantar oleh seseorang dan diterima langsung oleh bosnya, si pemilik warung. 

Persoalan baru muncul beberapa bulan kemudian. Tiga pria datang ke toko untuk meminta uang setoran. Muswardi bingung. Dia menolak karena merasa tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi permintaan itu. “Mereka marah dan langsung memukul,” katanya. Ia tidak berani melawan karena orang-orang itu mengaku sebagai aparat. “Saya akhirnya menelepon bos.”

Tidak berapa lama, pemilik toko datang dan sempat berdebat dengan orang-orang itu. Namun pemilik toko sepertinya juga tidak berani melawan. Ia mengeluarkan segepok uang dan menyerahkan kepada mereka. “Bos minta saya tutup toko untuk sementara,” katanya.

Setelah menutup toko, Muswardi menghubungi orang tuanya dan menceritakan insiden itu. Orang tuanya menjadi cemas. Mereka meminta Muswardi untuk segera pulang. Ia menuruti permintaan itu dan kembali ke Aceh keesokan harinya. 
Cerita tentang pemerasan yang menyasar penjaga toko kosmetik menjadi perhatian publik setelah kematian Imam Masykur terungkap. Imam adalah penjaga toko kosmetik di Jalan Sandratek, Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten. Ia ditangkap oleh tiga pria yang mengaku polisi pada 12 Agustus 2023. Namun, tiga hari kemudian, mayat Imam ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.

Sebelum tewas, Imam sempat menghubungi kakak sepupunya, Said Sulaiman. Ia meminta Said menyiapkan uang Rp 50 juta untuk diberikan kepada penculik. Permintaan yang sama juga disampaikan Imam kepada keluarganya di Bireuen, Aceh. Menurut Imam, pelaku akan terus memukulinya jika uang itu tidak segera diberikan. 

Said mengatakan ibu Imam sempat berkomunikasi dengan pelaku melalui telepon. Ia berjanji memenuhi tuntutan penculik asalkan anaknya tidak dianiaya. “Setelah itu tidak ada kabar lagi dari penculik,” kata Said. Kabar berikutnya justru datang dari polisi yang menginformasikan penemuan mayat di Karawang. Said segera berangkat ke Karawang dan memastikan mayat itu adalah adik sepupunya. 

Ketua Umum Tim Iskandar Muda—organisasi perantau asal Aceh—Muslim Armas mengatakan modus kejahatan yang dialami Imam sebenarnya sudah sering terjadi. Sasarannya adalah para pelaku usaha toko kosmetik. “Bisnis ini berada di wilayah abu-abu,” katanya, kemarin. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa toko kosmetik banyak yang menyediakan produk-produk ilegal. Bahkan tidak jarang pemilik toko juga menjual obat-obat keras yang tidak bisa dijual bebas. “Ini menjadi celah pihak-pihak tertentu untuk melakukan pemerasan,” kata Muslim. “Padahal, kalau mau dipersoalkan, legal atau ilegal seharusnya diproses secara hukum.”

Seorang tokoh asal Aceh yang tidak bersedia ditulis namanya menguatkan pernyataan Muslim tersebut. Dia pernah mendapat cerita tentang pemerasan yang dialami rekannya, sesama perantau dari Aceh. “Kejadiannya pada 2018. Dia diculik dan pelaku minta uang tebusan Rp 25 juta,” katanya. Beruntung, istri rekannya itu memiliki uang yang diminta penculik. Setelah uang ditransfer, penculik melepas korban. “Jadi belum sempat dianiaya.” 

Kemudian, pada 2021, kejadian serupa dialami perantau asal Aceh yang juga menjaga toko kosmetik di kawasan Sawangan, Kota Depok. “Korban disiksa pakai selang karena bosnya tidak mau bayar tebusan,” kata dia. Pelaku akhirnya melepas korban setelah menjarah seluruh uang yang ada di toko. 

Ia sependapat dengan Muslim tentang celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memeras pelaku usaha toko kosmetik. Korban tidak berani melapor karena menyadari usaha yang dijalani memang melanggar aturan. Namun faktor utama yang membuat mereka takut adalah pelaku pemerasan merupakan aparat keamanan.

Paling tidak hal itu terlihat dalam kasus kematian Imam Masykur. Tiga dari lima orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka masih tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Mereka adalah Prajurit Kepala Riswandi Manik (RM), anggota Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres); Prajurit Kepala HS, anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat; dan Prajurit Kepala J, anggota Komando Daerah Militer Iskandar Muda.

Hubungan Gelap Pedagang Kosmetik dan Aparat

Muslim mengatakan warga Aceh yang merantau ke Jawa memang banyak yang menekuni usaha perdagangan, dari jual-beli sembako hingga bisnis kuliner. Beberapa di antaranya ada yang sukses dengan usaha toko kosmetik. Kesuksesan inilah yang kemudian menarik minat kaum muda Aceh. “Mereka yang lebih dulu sukses biasanya mengajak sanak saudara untuk ikut menekuni usaha yang sama,” katanya. “Nanti, setelah 2-3 tahun, mereka bisa buka usaha sendiri.”
 
Menurut Muswardi, salah satu alasan dia mau menjaga toko kosmetik memang karena terlecut oleh cerita temannya yang sudah sukses. Hanya, dia tidak tahu bahwa usaha ini ternyata memiliki risiko yang menyangkut masalah pidana. “Awalnya saya enggak tahu bahwa produk yang saya jual itu ternyata ilegal,” katanya. “Bos saya harus menyiapkan uang setoran kalau usahanya mau aman.”  

Ia tidak tahu pasti berapa uang yang wajib disetorkan oleh bosnya itu. Namun, berdasarkan cerita teman-temannya, ia memperkirakan jumlahnya Rp 15-30 juta. Setelah mengetahui seluk-beluk usaha toko kosmetik, Muswardi tidak lagi tertarik untuk melanjutkan keinginannya. “Saya trauma. Enggak mau kerja begitu lagi,” katanya.

Seorang sumber Tempo yang mengerti soal usaha toko kosmetik mengatakan bisnis ini memang tidak terlalu menguntungkan jika hanya menjual produk legal. Karena itu, pemilik toko harus memiliki dukungan dari aparat keamanan. Dukungan itu tentu saja tidak gratis. Ada jumlah tertentu yang wajib disetorkan oleh pemilik toko. “Kalau tidak menyetor, bisa diproses hukum,” katanya. “Hal-hal begini sudah terjadi berulang kali.”

Korban Penculikan Lain

Tempo telah berupaya menghubungi Komandan Polisi Militer Komando Daerah Militer Jayakarta, Kolonel Irsyad Hamdie Bey Anwar, untuk mengklarifikasi dugaan pemerasan berulang terhadap pedagang kosmetik yang disinyalir juga melibatkan tentara itu. Namun, hingga berita ini diturunkan, Irsyad belum merespons. 

Kemarin, dalam keterangannya kepada awak media, Irsyad menuturkan bahwa Praka Riswandi dan dua temannya masih diperiksa sebagai tersangka pemerasan dan pembunuhan Imam Masykur. Dari pemeriksaan itu diketahui, dalam waktu yang hampir bersamaan, mereka juga menculik seorang penjaga toko kosmetik di Jakarta Timur. “Korban yang ini kondisinya sehat, namun masih ketakutan,” kata Irsyad, Selasa, 29 Agustus lalu.
Irsyad tidak menjelaskan secara detail tentang korban yang selamat itu. Dia hanya menegaskan bahwa Pomdam Jaya akan mendalami beberapa hal dalam penyidikan kasus ini, termasuk berapa kali tindak kejahatan serupa dilakoni oleh para tersangka.

Menurut Irsyad, Riswandi dan dua rekannya tercatat sebagai prajurit TNI aktif. Mereka rekan satu angkatan dan berasal dari satu daerah yang sama, yakni Aceh. Komplotan Riswandi ini tidak mengenal para korbannya. Mereka hanya mengetahui kegiatan komunitas yang diikuti oleh Imam, yaitu komunitas penjual kosmetik Aceh. 

“Sehingga mereka melakukan itu secara bersamaan, terencana untuk penculikan dan pemerasannya,” kata Irsyad.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Hamim Tohari, memastikan penyidik akan mengusut kasus pembunuhan terhadap Imam Masykur ini hingga tuntas. "Apakah ada latar belakang lain? Apakah terkait dengan obat-obatan? Apakah sekadar penculikan?" kata Hamim. "Ini masih didalami dan akan diungkap dalam penyidikan."

(Sumber: Koran TEMPO, Rabu, 30 Agustus 2023)

Baca juga :